Diskriminasi di tempat kerja tidak hanya melibatkan relasi antar gender, tetapi juga dapat terjadi di antara rekan kerja perempuan. Berdasarkan data Populix, terdapat beberapa bentuk diskriminasi yang sering dialami perempuan dari sesama perempuan. Meskipun mungkin tidak selalu disadari, bentuk-bentuk perlakuan ini menciptakan lingkungan kerja yang kurang mendukung.
Bentuk diskriminasi yang paling sering dilaporkan adalah ekspresi wajah yang merendahkan yakni sebanyak 62%. Hal ini dapat berupa tatapan sinis, pandangan remeh, atau mimik wajah yang tidak menyenangkan. Ekspresi semacam ini, meskipun terlihat sederhana, sering kali meninggalkan dampak psikologis yang cukup besar.
Komentar bernada merendahkan juga menjadi salah satu bentuk diskriminasi yang sering dialami. Sebanyak 54% pekerja perempuan melaporkan mendengar komentar yang mengkritik secara tidak konstruktif, menyindir, atau melecehkan secara verbal. Komunikasi yang tidak sopan ini dapat merusak hubungan kerja dan menurunkan kepercayaan diri korban.
Eksklusivitas pertemanan di tempat kerja juga dialami 38% responden, seperti membentuk kelompok tertentu dan mengucilkan yang lain. Perempuan yang tidak termasuk dalam lingkaran pertemanan tersebut sering kali merasa terisolasi dan kehilangan akses terhadap dukungan sosial di tempat kerja.
Body shaming, atau komentar negatif tentang penampilan fisik seseorang, menjadi bentuk diskriminasi yang kerap dirasakan yakni sebanyak 37%. Hal ini tidak hanya melukai perasaan korban, tetapi juga menciptakan tekanan sosial yang tidak perlu terkait standar penampilan.
Penolakan ide secara tidak adil dirasakan oleh 30% responden, terutama ketika gagasan diabaikan hanya karena stereotip atau bias, menjadi bentuk diskriminasi yang sering kali merugikan perempuan. Hal ini menghambat inovasi dan kontribusi perempuan di tempat kerja.
Perilaku agresif, baik secara verbal maupun nonverbal, serta tindakan bullying menjadi bentuk diskriminasi yang paling ekstrem, masing-masing sebesar 24% dan 22%. Meskipun persentasenya lebih rendah dibandingkan bentuk lainnya, dampaknya sangat merugikan baik secara mental maupun profesional.
Bentuk-bentuk diskriminasi ini menunjukkan adanya dinamika yang perlu diperbaiki dalam hubungan kerja. Kesadaran akan hal ini diharapkan dapat memotivasi organisasi untuk menciptakan lingkungan kerja yang lebih inklusif dan mendukung.
Baca Juga: Potret Kekerasan Berbasis Gender terhadap Perempuan di Indonesia: Naiknya Angka KDRT 2024