Indonesia dan China telah lama menjalin hubungan yang baik dalam sektor perdagangan ekspor dan impor. Melalui jurnal yang diterbitkan oleh Kementerian Perdagangan Republik Indonesia, pada periode setelah Perang Dunia II, hubungan Indonesia dengan Tiongkok semakin erat akibat adanya kerja sama visi non-blok yang diwujudkan melalui Konferensi Asia Afrika (KAA) di Bandung, April 1955.
Namun di tahun 1950-an, hubungan perdagangan langsung antara Indonesia dan China tidak terlihat begitu signifikan. Hal ini dikarenakan kegiatan ekspor dan impor oleh pengusaha kedua negara tersebut dilakukan melalui Hongkong sebagai entry port.
Dalam kurun waktu 1967-1990, Indonesia membekukan hubungan dengan China karena dituduh mendukung G30S/PKI. Setelah tahun 1978, China melakukan Gaige Kaifang (opening up and reform) di bawah kepemimpinan Deng Xiaoping. Awal pencairan hubungan Indonesia dengan China ditandai dengan adanya kunjungan resmi Perdana Menteri Li Peng ke Jakarta, Agustus 1990.
Hingga saat ini, hubungan Indonesia dan China terus membaik. Dalam lima tahun terakhir, menghimpun data Kementerian Perdagangan Republik Indonesia, China selalu menjadi tujuan utama tujuan ekspor Indonesia.
Dari tahun 2019 hingga 2023, nilai ekspor Indonesia ke China memiliki trend sekitar 27,3%. Nilai ekspor pada tahun 2023 adalah sebesar US$64.938,7 juta, sedikit turun dari tahun sebelumnya.
Adapun nilai ekspor tertinggi terjadi pada tahun 2022, di mana nilai ekspor Indonesia-China mencapai US$65.839,3. Nilai ekspor tersebut kemudian terus mengalami kenaikan sejak tahun 2019 hingga tahun 2022, dan di tahun 2023 mengalami sedikit penurunan.
Di tahun 2024 sendiri, nilai ekspor Indonesia dan China pada Januari hingga April 2024, telah mencapai angka US$18.327,7 juta. Jumlah tersebut sedikit turun dari tahun 2023 pada rentang periode yang sama, yakni sebesar US$21.411,6 juta.