Creative Thinking Siswa RI Salah Satu Terendah di Asia Tenggara, Apa Alasannya?

Skor rata-rata siswa RI dalam creative thinking tak mampu ungguli rata-rata global. Akibatnya, RI jadi salah satu negara dengan skor terendah di Asia Tenggara.

Skor Rata-Rata Creative Thinking Siswa RI

Sumber: OECD
GoodStats

Pada PISA 2022, Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) pertama kalinya menguji tingkat creative thinking siswa usia 15 tahun untuk mengukur kemampuan mereka dalam menghasilkan ide-ide inovatif dan original.

Dalam tes tersebut, siswa diuji melalui ekspresi tertulis (written expression), ekspresi visual (visual expression), pemecahan masalah sosial (social problem solving), dan pemecahan masalah ilmiah (scientific problem solving).

Dibandingkan negara lain di Asia Tenggara, sebut saja Thailand, Brunei Darussalam, Singapura, Malaysia, dan Filipina, Indonesia hanya mampu mengungguli Filipina dalam segi creative thinking. Di sisi lain, Singapura menjadi negara dengan jarak paling jauh dengan Indonesia.

Data mengungkap skor rata-rata 6,5 diraih oleh 10% siswa RI, sementara rata-rata siswa di Singapura adalah 26,8 dan Filipina 1,7.

Skor rata-rata 10,5 diraih sekitar 25% siswa RI, sedangkan persentase siswa yang sama di Singapura dapat 35,1 dan 3,8 di Filipina.

Berikutnya, sebanyak 50% anak Indonesia berhasil mendapat skor rata-rata 16,8. Rata-rata di Singapura mencapai 43 dan di Filipina capai 9,8.

Sebanyak 75% siswa RI meraih skor rata-rata creative thinking sebesar 25,6. Di Singapura, rata-ratanya sebesar 48,5, sedangkan di Filipina hanya 21,2.

Terakhir, skor rata-rata untuk 90% siswa RI adalah 34,9. Di Singapura, skor rata-rata untuk persentase tersebut mencapai 51,8, sementara rata-rata 34,4 didapat siswa Filipina.

Secara keseluruhan, skor rata-rata yang didapat siswa RI hanya 19. Angka ini masih jauh di bawah rata-rata global, dengan perbedaan mencapai 11%.

Dengan demikian, Indonesia termasuk negara Asia Tenggara dengan skor creative thinking siswa terendah, berdampingan dengan Filipina. Hal ini terjadi karena Indonesia masih mengalami keterbelakangan sosial-ekonomi.

Akibatnya, mayoritas siswa Indonesia masih memiliki lingkungan belajar yang tidak ideal. Kurikulum sekolah yang tidak mementingkan aktivitas dan praktik kreatif juga berkontribusi pada rendahnya skor creative thinking siswa.

Untuk meningkatkan skor ini, diperlukan pengasahan terhadap kemampuan literasi siswa, pembenahan kualitas pendidikan, dan pemerataan akses pendidikan.

Dengan begitu, siswa RI pun dapat bersaing di masa depan dengan siswa-siswa negara lain dalam hal creative thinking, yang merupakan salah satu aset yang paling dibutuhkan agar siswa memiliki growth mindset.

Baca juga: 6% Siswa RI Sulit Makan Nyaris Tiap Hari, Bagaimana Kinerja Akademisnya?

Terima kasih telah membaca sampai di sini

atau

Untuk mempercepat proses masuk atau pembuatan akun, bisa memakai akun media sosial.

Hubungkan dengan Google Hubungkan dengan Facebook