Krisis iklim ekstrem menuntut perubahan teknologi dan penggunaan sumber daya alam yang lebih baik. Apabila sumber daya alam terus dimanfaatkan secara tidak bertanggung jawab, maka kemungkinan besar sumber daya akan segera habis.
Salah satu upaya untuk mengurangi penggunaan sumber daya tidak terbarukan adalah dengan menggantinya dengan sumber daya alam terbarukan (renewable resources). Banyak energi alternatif yang dapat dimanfaatkan, seperti angin, air, surya, maupun listrik.
Arthur D. Little sebagai perusahaan konsultan manajemen turut membahas terkait penggunaan energi alternatif, khususnya listrik. Laporan berjudul “Global Electric Mobility Readiness Index 2023” yang terbit pada Oktober 2023 ini mengukur kesiapan penggunaan listrik untuk bahan bakar mobilitas global.
Sebagai catatan, terdapat beberapa indikator yang jadi nilai kesiapan sebuah negara untuk mengadopsi listrik sebagai bahan bakar mobilitas. Di antaranya faktor makro seperti PDB per kapita serta kualitas infrastruktur, pasar dan persaingan mobil listrik, kesiapan pelanggan mobil listrik, infrastruktur pengisian daya publik, total cost of ownership dan regulasi pemerintah.
Arthur D. Little mencatat bahwa Norwegia menjadi negara yang paling unggul dalam pemanfaatan listrik sebagai bahan bakar mobilitas. Norwegia terus mempertahankan posisinya, namun laporan perusahaan ini mencatat adanya pendantang baru yang membuat langkah besar, yaitu China.
Dalam laporan tersebut, Norwegia dan China dinobatkan sebagai ‘tolak ukur global’ terkait mobilitas listrik. Keduanya mendapatkan nilai indeks sebesar 117 dan 98.
Jerman, Singapura dan Inggris mendapatkan posisi ketiga, keempat dan kelima. Ketiga negara tersebut masuk ke dalam kategori ‘ambitious followers’, atau negara yang telah meningkatkan pangsa penjualan mobil listrik hingga lebih dari 30%. Masing-masing ketiga negara tersebut meraih nilai indeks sebesar 85, 81 dan 79.
Bagaimana dengan Indonesia? Menurut Arthur D. Little, Indonesia masuk ke dalam kategori ‘emerging electronic vehicle market’. Negeri Ibu Pertiwi ini menempati peringkat ke-21 dengan nilai 40, lebih unggul dibandingkan negara Asean lainnya seperti Malaysia dan Vietnam.
Sebagai catatan, negara dalam kategori ‘emerging electronic vehicle market’ sudah mengadopsi penggunaan mobil listrik, namun penggunaannya masih kalah banyak dengan mobil ICE (internal combustion engine vehicle). Dengan kata lain, mobil di negara-negara tersebut lebih banyak menggunakan bahan bakar konvensional dibandingkan listrik.