Indeks Pembangunan Kebudayaan (IPK) Indonesia konsisten meningkat sejak tiga tahun lalu. Pada 2023, skor IPK yang diperoleh mencapai 57,13, bertambah 2 poin terhadap periode sebelumnya dan 5,23 poin dibanding 2021. Raihan ini menjadi yang tertinggi dalam kurun waktu lima tahun terakhir.
Melansir laman resminya, penyusunan IPK ditujukan untuk memberikan gambaran kemajuan pembangunan kebudayaan yang dapat digunakan sebagai basis formulasi kebijakan bidang kebudayaan dan menjadi acuan koordinasi lintas sektor dalam pelaksanaan pemajuan kebudayaan.
Nilai IPK tersusun atas tujuh dimensi, yaitu ekonomi budaya, pendidikan, ketahanan sosial budaya, warisan budaya, ekspresi budaya, budaya literasi, dan gender. Pada 2023, dimensi pendidikan mencatatkan skor tertinggi dengan perolehan sebesar 73,35. Sebaliknya, dimensi dengan skor terendah adalah ekonomi budaya, skornya hanya 29,5.
Berdasarkan data Neraca Pendidikan Daerah Kemdikbud, apabila ditilik per daerah, Provinsi Bali meraih skor IPK tertinggi, yaitu sebesar 71,36, jauh melampaui rata-rata nasional. Besaran tersebut meningkat 5,32 poin terhadap 2022 dan menjadi yang terbesar sejak lima tahun terakhir. Provinsi ini juga paling unggul pada dimensi pendidikan dengan skor 81,64, sedangkan dimensi dengan performa terburuk adalah gender dengan skor 61,46.
Provinsi DI Yogyakarta menduduki posisi kedua dengan capaian IPK 67,90. Bengkulu menempati urutan selanjutnya, skor yang didapat sebesar 61,45. Jawa Tengah dan Kalimantan Tengah mengekor, keduanya mengantongi skor 60,89. Kepulauan Riau melengkapi lima besar berkat skor 59,80.
Di lain sisi, dua provinsi di Papua mencatatkan skor terendah nasional, yaitu Provinsi Papua dan Papua Barat. Secara berurutan, keduanya memperoleh skor sebesar 48,52 dan 48,04. Kedua provinsi tersebut bersama dengan 15 provinsi lainnya mencetak skor lebih rendah dari rerata nasional, sementara 17 provinsi sisanya berhasil mengungguli rerata nasional.
Sebagai tambahan informasi, IPK Indonesia ditargetkan meningkat di angka 68,15 poin pada tahun 2045.
“Indeks ini menjadi tolok ukur penting dalam menilai sejauh mana kebijakan kebudayaan mampu menjawab tantangan zaman dan kebutuhan masyarakat. Kita optimistis bahwa target itu dapat dicapai,” terang Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendikbudristek, Hilmar Farid, dikutip dari Antara.
Baca Juga: Anies Ingin Perkuat Diplomasi Budaya, Bagaimana Kondisi Pembangunan Kebudayaan Nasional?