Selama periode 2019 hingga 2023, impor kakao Indonesia menunjukkan tren yang menarik dengan fluktuasi pada awal periode namun mengalami peningkatan signifikan di tahun-tahun terakhir. Data ini mencerminkan dinamika kebutuhan domestik terhadap kakao yang dipengaruhi oleh perkembangan industri dan permintaan pasar.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2019 volume impor kakao Indonesia tercatat sebesar 309,74 ribu ton dengan nilai mencapai US$775,99 juta. Tahun ini menjadi awal dari analisis tren yang menunjukkan tingginya permintaan kakao untuk memenuhi kebutuhan industri cokelat dan produk turunannya di dalam negeri.
Pada tahun 2020, terjadi penurunan yang signifikan. Volume impor turun menjadi 243,33 ribu ton, dengan nilai sebesar US$650,71 juta. Penurunan ini salah satunya disebabkan oleh pandemi Covid-19 yang menghambat rantai pasok global dan menurunkan aktivitas industri.
Tren positif mulai terlihat kembali pada tahun 2021, ketika volume impor naik menjadi 304,36 ribu ton dengan nilai sebesar US$804,30 juta. Peningkatan ini mencerminkan pemulihan ekonomi dan kebangkitan aktivitas industri kakao setelah masa pandemi.
Peningkatan berlanjut pada tahun-tahun berikutnya hingga mencapai puncaknya pada tahun 2023. Volume impor kakao Indonesia tercatat sebesar 340,45 ribu ton, dengan nilai mencapai US$979,64 juta. Angka ini menunjukkan peningkatan signifikan dari tahun sebelumnya dan mencerminkan pertumbuhan industri pengolahan kakao di Indonesia.
Secara keseluruhan, data ini mengindikasikan bahwa kebutuhan kakao impor terus meningkat meskipun ada tantangan seperti pandemi. Kenaikan nilai impor juga mencerminkan perubahan harga di pasar global atau peningkatan kualitas kakao yang diimpor.
Tren ini menegaskan perlunya penguatan industri kakao dalam negeri. Dengan potensi besar Indonesia sebagai produsen kakao, fokus pada peningkatan produksi lokal dan efisiensi rantai pasok dapat menjadi langkah strategis untuk mengurangi ketergantungan pada impor dan memperkuat daya saing industri kakao nasional.
Baca Juga: Potret Kakao Indonesia: Produksi Besar, Tapi Masih Impor?