Masih Jauh dari Target, Prevalensi Stunting di Jawa Barat Melebihi 20%

Prevalensi stunting di Provinsi Jawa Barat mencapai 21,7% menurut SKI 2023, paling tinggi dari kelompok masalah gizi lainnya.

Prevalensi Status Gizi Balita di Provinsi Jawa Barat

Sumber: Survei Kesehatan Indonesia 2023
GoodStats

Sumber daya manusia menjadi kunci penting dalam pembangunan nasional, tetapi hingga saat ini Indonesia masih menghadapi masalah kesehatan yang dikenal dengan Triple Burden Malnutrition atau tiga beban masalah gizi. Kondisi ini berupa kekurangan, kelebihan, serta ketidakseimbangan asupan gizi.

Tiga beban masalah gizi yang dimaksud meliputi stunting atau kerdil, wasting atau kurus, underweight atau kekurangan berat badan, overweight atau kelebihan berat badan, obesitas, dan kekurangan vitamin dan mineral penting (Fatmaningrum et al, 2022). Masalah kesehatan ini memberikan dampak yang sangat serius bagi kesehatan serta pembangunan nasional yang berkelanjutan.

Tiga beban masalah gizi ini harus dipantau semenjak masa balita karena pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi sangat pesat. Status gizi yang buruk pada balita akan memengaruhi kemampuan fisik, mental, dan kognitif. Pertumbuhan dan perkembangan seseorang akan terganggu hingga dewasa karena otak yang tidak bisa berkembang dengan normal pada usia balita (Utami dan Azizah, 2023).

Menurut Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, prevalensi status gizi balita di Jawa Barat dikelompokkan menjadi stunting, wasting, underweight, dan overweight. Ditinjau dari keempat kelompok status gizi tersebut, prevalensi stunting yang paling tinggi dibandingkan yang lainnya. Prevalensi stunting di Provinsi Jawa Barat menyentuh angka 21,7%, diikuti oleh prevalensi underweight sebesar 14,7%, wasting 6,4%, dan overweight 3,9%.

Stunting merupakan permasalahan gizi yang sangat kompleks. Faktor-faktor yang bisa menyebabkan stunting pada balita adalah status gizi ibu yang buruk ketika hamil, ibu yang kekurangan gizi selama masa remaja, kondisi ekonomi, hingga kurangnya akses terhadap pelayanan kesehatan, seperti akses sanitasi dan air bersih (Firrahmawati et al, 2023).

Menurut drg. Emma Rahmawati selaku Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Jawa Barat, upaya untuk menurunkan tingkat stunting harus fokus pada akselerasi program seperti mencegah adanya stunting baru. 

“Memperkuat edukasi dan pendampingan keluarga tentang pola asuh, gizi seimbang, dan sanitasi. Lalu, meningkatkan akses layanan kesehatan ibu dan balita, termasuk skrining, intervensi dini, dan rujukan stunting serta memanfaatkan teknologi digital untuk meningkatkan akurasi data dan koordinasi program stunting,” ujarnya mengutip Pikiran Rakyat

Status gizi balita menjadi kunci untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas dan mencapai tujuan pembangunan nasional. Kecukupan gizi selaras dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi nasional. Oleh karena itu, penting untuk memahami akar permasalahan dari stunting dan berkolaborasi dengan pemangku kepentingan untuk mencapai tujuan tersebut. 

Baca Juga: Apa dampak stunting menurut masyarakat Indonesia?

Terima kasih telah membaca sampai di sini

atau

Untuk mempercepat proses masuk atau pembuatan akun, bisa memakai akun media sosial.

Hubungkan dengan Google Hubungkan dengan Facebook