Pekerja paruh waktu adalah mereka yang bekerja kurang dari 35 jam seminggu. Uniknya, mereka tidak sedang mencari pekerjaan tambahan dan juga tidak mau menerima pekerjaan lain. Ini membedakan mereka dari pekerja serabutan atau mereka yang kekurangan jam kerja dan sedang mencari pekerjaan penuh.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, antara Februari 2023 sampai Februari 2025 jumlah pekerja paruh waktu di Indonesia ini cukup banyak, mencakup lebih dari 25% dari total pekerja. Artinya, dari setiap 100 orang yang bekerja, setidaknya ada 25 orang yang berstatus pekerja paruh waktu. Angka ini mencerminkan kalau fleksibilitas kerja makin dibutuhkan, baik oleh pekerja maupun oleh perusahaan.
Salah satu temuan paling menonjol dari laporan BPS adalah dominasi perempuan dalam kategori pekerja paruh waktu. Pada Februari 2025, tingkat pekerja paruh waktu perempuan mencapai 36,66%, jauh lebih tinggi dibandingkan laki-laki yang hanya 18,55%.
Jika kita bandingkan dari tahun ke tahun, terdapat tren yang menarik:
- Februari 2025 vs. Februari 2024: Tingkat pekerja paruh waktu laki-laki sedikit menurun sebesar 0,41, sementara perempuan justru meningkat sebesar 0,19.
- Februari 2025 vs. Februari 2023: Tahun 2023 pekerjaan paruh waktu memang lagi naik daun, dengan perempuan mencapai 37,88% dan laki-laki 17,32%. Ini menunjukkan bahwa meskipun ada sedikit fluktuasi, tren partisipasi perempuan dalam pekerjaan paruh waktu tetap tinggi.
Dominasi perempuan dalam pekerjaan paruh waktu bukanlah fenomena yang terjadi secara kebetulan. Berbagai teori sosial dan ekonomi menjelaskan alasan-alasan dibalik tingginya peran perempuan di sektor ini seperti:
- Teori peran gender atau gender role theory: Cahtherine Hakim dalam artikel ilmiahnya menjelaskan bahwa teori ini merasa bahwa perempuan modern memiliki pilihan sadar terkait gaya hidup kerja mereka, di mana banyak yang memilih untuk menyeimbangkan karir dan keluarga, seringkali melalui pekerjaan paruh waktu. Ini menjadi salah satu argumen utama untuk menjelaskan pilihan kerja paruh waktu oleh perempuan.
- Kesenjangan Upah Gender (Gender Pay Gap) dan Diskriminasi, meskipun ini tidak langsung jadi alasan utama. Data dari BPS mengenai kesenjangan gaji antara laki-laki dan perempuan serta diskriminasi di tempat kerja juga bisa memengaruhi keputusan perempuan. Kalau perempuan sering menghadapi diskriminasi dalam hal promosi atau gaji di pekerjaan penuh waktu, kerja paruh waktu mungkin jadi alternatif yang lebih menarik. Di sini, mereka bisa merasa lebih dihargai atau punya kendali lebih besar atas penghasilan mereka, terlebih di sektor informal atau pekerjaan berbasis proyek, misal menjadi pengemudi online, pekerja lepas (freelancer), atau membuka usaha kecil-kecilan.
Tingginya angka pekerja paruh waktu, terutama di kalangan perempuan, menunjukkan adanya adaptasi dalam pasar kerja. Namun, ini juga menimbulkan pertanyaan mengenai perlindungan sosial, keamanan kerja, dan peluang pengembangan karir bagi pekerja paruh waktu. Memahami mengapa perempuan lebih banyak memilih pekerjaan paruh waktu adalah langkah awal untuk merancang kebijakan yang lebih inklusif dan responsif terhadap kebutuhan seluruh pekerja di Indonesia.