Data pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) yang dilaporkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dari tahun 2015 hingga 2019 menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi stabil di kisaran 5%.
Meskipun ada peningkatan kecil, hal ini belum cukup untuk mengindikasikan adanya dampak besar dari utang yang telah diambil oleh Indonesia. Selain itu, dampak pandemi COVID-19 semakin memperburuk kondisi perekonomian yang membuat pertumbuhan ekonomi sempat mengalami kontraksi pada tahun 2020.
Berdasarkan hal ini, laporan Analisis Center of Economic and Law Studies (CELIOS) menggambarkan perlunya perhatian dan pengawasan atas efektivitas dari penggunaan utang tersebut, seperti memastikan apakah dana yang diperoleh benar-benar digunakan untuk proyek yang berkontribusi langsung terhadap pertumbuhan ekonomi atau justru tersendat dalam birokrasi dan korupsi.
Jika melihat lebih jauh ke belakang, pada laporan Statistik Indonesia yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), tren pertumbuhan ekonomi Indonesia memang menunjukkan pola stagnan. Ketika pandemi COVID-19 melanda dunia, Indonesia sudah menunjukkan tanda-tanda perlambatan ekonomi. Pada periode 2010-2014, Indonesia mampu mencatat pertumbuhan ekonomi yang lebih dinamis dibandingkan periode 2015-2019.
Di sisi lain, pada periode 2010-2014, tingkat kemiskinan berhasil diturunkan sebesar 2,37%, sedangkan pada periode 2015-2019, penurunannya hanya sebesar 1,74%. Ini menunjukkan bahwa meskipun ekonomi terus bertumbuh, distribusi kemakmuran belum merata, dan sebagian besar penduduk masih terjebak dalam kemiskinan.
Berdasarkan laporan Pusat Analisis Anggaran dan Akuntabilitas Keuangan Negara (PA3KN) DPR RI, keberadaan tren ini menunjukkan adanya tantangan struktural dalam perekonomian Indonesia. Meskipun investasi infrastruktur dan pengeluaran sektor publik meningkat, dampak positifnya tidaklah besar seperti yang diharapkan. Hal ini disebabkan oleh kurangnya efisiensi alokatif dan tantangan birokrasi yang menghambat implementasi proyek secara optimal.
Stagnasi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang terjadi meskipun diiringi dengan peningkatan utang menjadi sorotan utama bagi para pemangku kepentingan. Utang sering kali dianggap sebagai solusi cepat untuk memperbaiki ekonomi, namun realitas menunjukkan bahwa penggunaannya harus dilakukan dengan bijaksana dan terencana.
Baca Juga: Utang Luar Negeri Indonesia Tembus Rp6.000 Triliun, Dipakai Apa Saja?