Pada 20 Oktober 2024, pemerintahan Prabowo-Gibran resmi dilantik, menggantikan pemerintahan Jokowi-Amin. Harapan besar diberikan masyarakat Indonesia kepada pemerintahan Prabowo-Gibran untuk melanjutkan tampuk pemerintahan RI.
Pada 10 Februari 2025, pemerintah pusat menetapkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 12 Tahun 2025 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2025–2029. Rancangan tersebut dilakukan melalui Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).
Berdasarkan RPJMN 2025-2029 pemerintah akan menargetkan pertumbuhan ekonomi hingga 8%. Jika melihat dalam rentang lima tahun terakhir, target pertumbuhan ekonomi 8% tersebut terkesan sangat tinggi. Pasalnya, pada rentang tahun 2020-2024 pertumbuhan ekonomi masih stagnan di sekitar 5%.
Pada tahun 2020, pertumbuhan ekonomi sempat terkontraksi ke -2,02% akibat pandemi COVID-19. Memasuki tahun 2021, pertumbuhan ekonomi berhasil pulih menjadi 3,70%. Tahun 2022 dan 2023, pertumbuhan ekonomi mulai stabil di angka 5,31% dan 5,05%. Outlook 2024 menunjukkan pertumbuhan ekonomi stagnan di 5,05%.
Pada tahun 2025 pemerintah akan menargetkan pertumbuhan ekonomi berada di angka 5,3%. Masuk ke tahun 2026, pemerintah memasang target lebih tinggi menjadi 6,3%. Tahun 2027, pemerintah masih optimis pertumbuhan akan terus meningkat dengan target sebesar 7,5%.
Tahun 2028, pemerintah sedikit meningkatkan target ke angka 7,7%. Memasuki tahun terakhir pemerintahan Prabowo-Gibran, pertumbuhan ekonomi di tahun 2029 akan dipatok pada angka 8%.
Namun sejumlah ekonom menunjukkan skeptisisme atas target pertumbuhan ekonomi 8% pada 2029. Direktur Eksekutif Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia Mohammad Faisal mengatakan ekonomi Indonesia memang berpotensi tumbuh hingga 8%, tapi tidak dalam waktu dekat.
“Tidak ada sejarahnya kita bisa melakukan lompatan sebanyak 3% dalam waktu satu hingga tiga tahun,” ujarnya pada Tempo, Jumat (17/5/2024).
Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) Yusuf Wibisono menganggap untuk mencapai pertumbuhan 8% pemerintah butuh perubahan luar biasa atau reformasi dalam bidang hukum dan politik.
“Kalau hanya bermodalkan melanjutkan kebijakan pemerintah sebelumnya, tanpa rencana reformasi institusi yang memadai, itu sangat tidak realistis,” ujarnya pada Tempo, Jumat (17/5/2024).
Baca Juga: Industri Manufaktur Sumbang 18,98% terhadap PDB Indonesia