Stunting merupakan permasalahan yang kompleks, membutuhkan usaha perbaikan di berbagai faktor. Mulai dari gizi, ekonomi, pendidikan, kesehatan ibu, ketahanan pangan, hingga sanitasi lingkungan. Dengan luasnya cakupan stunting, penanggulangan masalah ini menjadi salah satu indikator penting dalam penilaian kesehatan masyarakat.
Gencarnya berbagai program untuk mengatasi stunting membuat adanya tren penurunan prevalensi stunting di Indonesia yang konsisten. Dilansir dari data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023, dalam kurun waktu 2018-2023, total penurunan prevalensi stunting mencapai 9,3%. Penurunan terbesar terjadi pada periode 2018-2019 sebesar 3,1%.
Namun, meski telah terjadi penurunan yang signifikan, perhatian dan upaya dalam menekan angka stunting tidak boleh mengendur. Pada 2022-2023, penurunan prevalensi stunting tercatat hanya sebesar 0,1%, yang merupakan penurunan terkecil dalam enam tahun terakhir.
Penurunan yang melambat ini mengindikasikan bahwa penanganan stunting perlu diperketat kembali. Selain itu, dibutuhkan adanya intervensi yang lebih menyeluruh, berkelanjutan, serta kolaborasi yang lebih kuat antara berbagai pihak.
Menyadari potensi dampak jangka panjang dari stunting, terutama dalam hal tumbuh kembang anak yang dapat memengaruhi kualitas sumber daya manusia di masa depan, pemerintah telah menetapkan target untuk menurunkan prevalensi stunting hingga 7,5% dari tahun sebelumnya.
Dengan demikian, angka prevalensi stunting ditargetkan mencapai 14% pada tahun 2024, dengan perbaikan program dan pengembangan program lainnya sebagai upaya baru. Salah satunya adalah dengan meningkatkan kunjungan dan cakupan sasaran ke posyandu, mendeteksi masalah gizi, serta memberikan edukasi pencegahan stunting kepada seluruh sasaran yang memiliki masalah gizi untuk menekan jumlah bayi lahir stunting.
Baca Juga: 3 Beban Malnutrisi di Indonesia, Stunting Mendominasi
