Dewasa ini, kehidupan manusia tidak lepas dari kehadiran barang elektronik. Kemajuan dan demokratisasi teknologi telah memberikan berbagai kemudahan di dalam hidup manusia.
Namun, masifnya penggunaan barang elektronik tentunya akan berdampak pada tingginya permintaan dan konsumsi listrik. Untuk memenuhi kebutuhan konsumsi listrik di dalam negeri, pemerintah harus menjamin produksi dan penyaluran energi listrik melalui pembangunan pembangkit dan jaringan distribusi listrik.
Berdasarkan Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RKUN) 2025 yang dirilis oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, konsumsi listrik Indonesia pada tahun 2024 mencapai angka 430 terawatt-hour (TWh). Konsumsi listrik tersebut ditopang dengan kapasitas pembangkit nasional sebesar 101 GW dan rasio elektrifikasi Indonesia yang hampir sempurna di angka 99,83%.
Jika melihat sepuluh tahun ke belakang, di tahun 2015 rasio elektrifikasi Indonesia masih berada di angka 88,30%. Memasuki tahun 2016, rasio elektrifikasi Indonesia bertumbuh ke angka 91,16%. Tahun 2017, rasio elektrifikasi Indonesia mengalami lonjakan tertinggi selama lima tahun terakhir, menyentuh angka 95,35%.
Pada tahun 2018, rasio elektrifikasi semakin mendekati angka sempurna dengan rasio elektrifikasi sebesar 98,30%. Laju pertumbuhan dari 2019-2024 cenderung meningkat namun perlahan.
Pada tahun 2019 rasio elektrifikasi berada di angka 98,89%, kemudian bertumbuh menjadi 99,20% di 2020, kembali naik di 2021 jadi 99,45%, tahun 2022 bertumbuh ke angka 99,63%, tahun 2023 menyentuh angka 99,79%, dan mencapai titik tertinggi pada tahun 2024 yaitu di angka 99,83%.
Dalam RKUN 2025, KESDM menargetkan rasio elektrifikasi mencapai angka 100% pada tahun 2029. Namun, Analis Sistem Ketenagalistrikan dan Energi Terbarukan di Institute for Essential Service Reform (IESR), Alvin P Sisdwinugraha mengungkapkan bahwa definisi rasio elektrifikasi di Indonesia tidak mencakup aksesibilitas, keandalan, serta kapasitas dan kualitas listrik yang diterima oleh masyarakat.
Menurut Alvin, diperlukan indikator baru yang dapat memberikan gambaran kualitas akses listrik di Indonesia, salah satunya adalah Multi-Tier Framework (MTF) yang dapat menilai spektrum kualitas layanan dari sudut pandang pengguna listrik.
“IESR pernah mencoba mengukur kualitas akses listrik menggunakan MTF di NTB dan NTT pada 2019. Hasilnya, kebutuhan listrik tidak tersedia selama 24 jam dan terbatas untuk alat elektronik dan pencahayaan berdaya rendah.” ujar Alvin dalam press release, Jakarta (22/7/2023).
Baca Juga: Di Tengah Naiknya Penggunaan Listrik, Akses Listrik Masih Belum Merata