Sejak 2018, Rata-Rata Tuntutan Korupsi KPK Alami Penurunan

Penuntutan KPK terhadap korupsi mengalami penurunan signifikan sejak 2018.

Rata-rata Penuntutan Korupsi KPK

Sumber: ICW dan PSHK
GoodStats

Rata-rata tuntutan korupsi yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengalami penurunan. Menurut laporan Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), ada penurunan tuntutan yang dilakukan jaksa KPK sejak tahun 2018 hingga tahun 2023. Di tahun 2018, badan KPK dipimpin oleh Agus Sudibyo, lalu digantikan oleh Firli Bahuri pada tahun 2019.

Dalam Laporan Evaluasi Kinerja KPK Periode 2019-2023 tersebut, rata-rata tuntutan KPK pada tahun 2023 hanya sebanyak 59 tuntutan per bulan. Angka ini berbeda jauh dibandingkan rata-rata pada tahun 2018, yakni mencapai 67 tuntutan per bulan.

Perbedaan signifikan tersebut menyiratkan semakin turunnya kualitas KPK sebagai lembaga anti rasuah dalam menindak kasus korupsi.

Selain itu, tingkat keberhasilan penindakan kasus korupsi juga dapat diukur dari keberhasilan penuntutan (conviction rate). Dalam hal ini, keberhasilan penuntutan akan memengaruhi kualitas keputusan yang dibuat oleh lembaga peradilan.

Sayangnya, menurut laporan yang sama, setidaknya sejak tahun 2019, KPK terhitung lima kali kebobolan ketika sejumlah perkara yang ditanganinya diputus bebas oleh majelis hakim. Padahal di tahun-tahun sebelumnya, KPK mendapat apresiasi karena konsisten mencatatkan 100% conviction rate, yang berarti tidak ada satu pun terdakwa kasus korupsi yang lepas dari jeratan KPK.

Kedua perbedaan tersebut menunjukkan ada perubahan yang dialami KPK selama rentang waktu itu. Salah satu yang patut disorot adalah adanya pelemahan KPK melalui revisi Undang-Undang KPK pada 2019. Menurut Direktur Eksekutif PSHK Rizky Argama, revisi UU KPK tersebut membuat KPK kehilangan jati dirinya yang independen.

“Ini merupakan gejala yang oleh banyak ahli politik disebut sebagai autocratic legalism atau legalisme otokrasi, yakni penggunaan hukum—baik lembaga, aparat, ataupun produk keputusan ataupun peraturan—untuk melegitimasi tindakan penguasa,” ungkapnya saat sambutan peluncuran laporan, sebagaimana dilansir dari laman resmi PSHK. 

Baca Juga: 5 Wilayah Dunia Alami Masalah Korupsi Serius, Bagaimana Kondisi Indonesia?

Terima kasih telah membaca sampai di sini

atau

Untuk mempercepat proses masuk atau pembuatan akun, bisa memakai akun media sosial.

Hubungkan dengan Google Hubungkan dengan Facebook