Pemuda sebagai kelompok usia produktif ternyata menjadi salah satu yang paling rentan terhadap tindak kejahatan di Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), mayoritas kasus kejahatan yang menimpa pemuda didominasi oleh pencurian, dengan proporsi mencapai 79,64% dari total korban pada tahun 2024.
Angka ini menunjukkan bahwa hampir 8 dari 10 pemuda Indonesia yang pernah mengalami kejahatan merupakan korban pencurian. Tingginya mobilitas dan kebiasaan membawa barang berharga menjadi faktor utama yang meningkatkan risiko pencurian di kalangan usia muda.
Selain pencurian biasa, pencurian dengan kekerasan juga tercatat menimpa 2,54% pemuda. Kasus ini melibatkan unsur ancaman atau kekerasan fisik, seperti penjambretan atau perampasan paksa. Dampak psikologis dari kejahatan ini kerap berat karena menimbulkan rasa trauma dan ketakutan di ruang publik.
Kemudian, penganiayaan menjadi jenis kekerasan berikutnya yang dialami pemuda dengan proporsi 4,37%. Setelah itu, pelecehan seksual tercatat dialami oleh 2,48% pemuda. Meski kecil, kasus ini perlu diwaspadai karena sering kali tidak dilaporkan akibat stigma sosial dan rasa takut korban untuk berbicara. Terdapat pula jenis kejahatan lainnya yang tidak disebutkan dalam data ini, dengan proporsi 15,91%.
Data ini menegaskan bahwa keamanan pemuda Indonesia tidak hanya menjadi isu sosial, tetapi juga menyangkut perlindungan hak-hak generasi produktif. Para pemangku kebijakan perlu memperkuat upaya pencegahan melalui peningkatan pengawasan publik serta penegakan hukum yang sensitif terhadap korban muda.
Pemerintah melalui Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) telah berupaya memberikan perlindungan kepada korban kejahatan. Anggota Komisi XIII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI), Marinus Gea mengungkapkan pentingnya pengadaan lembaga khusus karena siapa pun dapat mengalami kejahatan.
“Di balik setiap angka, ada wajah manusia, ada ibu yang kehilangan anaknya, ada keluarga yang dirundung rasa takut, ada perempuan dan anak yang menanggung trauma karena kekerasan seksual,” ucapnya dalam kegiatan sosialisasi LPSK yang digelar di Tangerang, Selasa (14/10/2025).
Namun menurutnya, baru sebagian kecil korban yang berani mencari perlindungan ke LPSK. Hal ini menunjukkan masih banyak masyarakat yang belum tahu, tidak berani, atau tidak percaya bahwa negara hadir untuk melindungi mereka.
Maka dari itu, ia mendorong agar LPSK lebih dekat dengan rakyat. Tidak hanya hadir di ibu kota, tetapi juga menjangkau desa-desa dan komunitas rentan.
“Perlindungan hukum akan menjadi kuat bila rakyat merasa LPSK adalah bagian dari mereka. Rakyat harus tahu bahwa mereka bisa bicara tanpa takut, melapor tanpa malu, dan mencari keadilan tanpa harus sendirian,” tuturnya.
Adapun proporsi pemuda yang diperhitungkan dalam data ini adalah penduduk Indonesia yang berusia 16-30 tahun, sesuai dengan definisi pemuda menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan.
Baca Juga: Waspada! Pencurian Jadi Kejahatan yang Paling Banyak Terjadi pada 2024
Sumber:
https://www.bps.go.id/id/publication/2024/12/31/b2dbaac4542352cea8794590/statistik-pemuda-indonesia-2024.html
https://jdih.dpr.go.id/berita/detail/id/60215/t/javascript%3B?
https://peraturan.bpk.go.id/Details/38784/uu-no-40-tahun-2009