Pada Senin (10/11/2025), Soeharto resmi mendapatkan gelar sebagai pahlawan nasional dalam bidang perjuangan bersenjata dan politik. Gelar ini diberikan oleh Presiden Prabowo Subianto, bertepatan dengan Hari Pahlawan Nasional.
Pengangkatan Soeharto sebagai pahlawan nasional ini memicu pro dan kontra dari publik. Meskipun Soeharto merupakan Presiden Kedua Republik Indonesia yang jasanya besar bagi negara, kepemimpinannya tidak luput dari kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia yang mewariskan trauma lintas generasi bagi masyarakat.
Diskursus mengenai pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto ini terjadi di berbagai platform media sosial, salah satunya Twitter/X. Dengan karakter pengguna X yang sering kali dianggap lebih kritis dalam diskusi isu sosial, Drone Emprit melakukan analisis sentimen publik terhadap pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto. Data percakapan publik diambil dari tanggal 20 Oktober 2025-7 November 2025.
Berdasarkan hasil analisis, 63% percakapan di X memiliki sentimen negatif. Kebanyakan percakapan bersentimen negatif ini membahas Soeharto beserta kroninya yang merupakan simbol korupsi, kolusi, dan nepotisme. Tak hanya itu, Soeharto juga dianggap sebagai pelanggar HAM berat dan dalang genosida tahun 1965. Pun kebijakan-kebijakan represif yang menindas kebebasan berpendapat pada Orde Baru.
Sentimen negatif yang mendominasi percakapan di X ini berangkat dari ironi Soeharto menjadi pahlawan, sedangkan korban pelanggaran HAM dan aktivis ‘98 justru dibingkai sebagai penjahat.
Sementara itu, hanya 27% percakapan di X memiliki sentimen positif. Topik percakapan ini seputar Soeharto yang meletakkan fondasi pembangunan dan ekonomi modern semasa pemerintahannya di Orde Baru. Selain itu, Soeharto juga dianggap berhasil menjaga stabilitas harga pangan dan kesejahteraan masyarakat saat itu. Sisanya, 11% percakapan memiliki sentimen netral.
Baca Juga: 15% Publik Tidak Dukung Soeharto Jadi Pahlawan Nasional, Apa Alasannya?
Sumber:
https://pers.droneemprit.id/s/