Sumatra Jadi Pulau Penghasil Kayu Bulat Terbanyak per November 2025

Produksi kayu bulat dari Pulau Sumatra mencapai 34,74 juta meter kubik atau sekitar 75% dari total produksi di Indonesia.

Produksi Kayu Bulat di Indonesia Menurut Pulau

(November 2025)
Ukuran Fon:

Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Pulau Sumatra tercatat sebagai wilayah dengan produksi kayu bulat tertinggi di Indonesia per Oktober 2025.

Total volume yang dihasilkan dari pulau ini mencapai 34,74 juta m³ atau setara dengan 75% dari total produksi nasional sebanyak 46 juta m3, menjadikannya sebagai penyumbang terbanyak produksi kayu bulat di Indonesia.

Adapun provinsi penyumbang produksi kayu bulat terbesar di pulau ini bersumber dari Riau dengan volume hingga 19,64 juta m3, diikuti oleh Sumatra Selatan sebesar 9,28 juta m3 dan Jambi sebanyak 4 juta m3.

Di posisi kedua, Pulau Kalimantan menghasilkan 8,87 juta m³ kayu bulat, berselisih sangat jauh bila dibandingkan dengan Sumatra. Sementara itu, Maluku dan Papua mencatat produksi sebesar 1,15 juta m³.

Pulau Jawa berada di urutan keempat sebagai pulau penghasil kayu bulan terbanyak di Indonesia dengan catatan produksi sebanyak 653,16 ribu m³ per November 2025. Pulau Sulawesi menyusul dengan angka 572,51 ribu m³, sedangkan Nusa Tenggara berada di posisi terakhir dengan volume hanya 6,02 ribu m³.

Dominasi produksi kayu bulat dari Sumatra tak bisa dilepaskan dengan meningkatnya risiko ekologis di pulau tersebut. Bencana banjir dan longsor yang terjadi di sejumlah wilayah Sumatra pada minggu terakhir November 2025 memunculkan kembali isu praktik pemanfaatan hutan dan pengawasan aktivitas pembalakan, terutama setelah beredarnya video kejadian derasnya aliran banjir yang membawa potongan kayu gelondongan hanyut di Sibolga, Sumatra Utara.

Keberadaan material kayu dalam aliran banjir tidak hanya menandakan kerusakan hutan, tetapi juga menunjukkan lemahnya pengawasan dalam rantai perizinan dan pemanfaatan sumber daya hutan. Ketika produksi kayu bulat terus meningkat tanpa diimbangi pengelolaan yang berkelanjutan, risiko ekologis di Sumatra akan semakin besar.

Hal ini akan menimbulkan efek domino, mulai dari penurunan kualitas daerah aliran sungai (DAS), meningkatnya sedimentasi, hingga memburuknya daya serap kawasan hutan terhadap hujan ekstrem.

Bencana yang terjadi belakangan ini menjadi pengingat bahwa praktik pemanfaatan hutan dan pengawasan tata kelola lingkungan tidak dapat dipisahkan. Tanpa perbaikan yang menyeluruh, tingginya produksi kayu bulat justru berpotensi memperbesar dampak bencana di masa mendatang.

Baca Juga: BNPB: 70% Bencana Alam 2025 Didominasi Banjir & Cuaca Ekstrem

Sumber:

https://phl.menlhk.go.id/infografis

Terima kasih telah membaca sampai di sini

atau

Untuk mempercepat proses masuk atau pembuatan akun, bisa memakai akun media sosial.

Hubungkan dengan Google Hubungkan dengan Facebook