Perubahan iklim merupakan salah satu masalah yang mengancam keberlangsungan hidup manusia. Pengaruhnya yang kompleks membayangi berbagai sektor termasuk ketahanan pangan, bisnis, hingga pendidikan. Untuk itu, dibutuhkan aksi nyata untuk menyelesaikan masalah perubahan iklim melalui keterlibatan seluruh pihak.
Greenwatch, NewClimate Institute, dan CAN International melakukan kerja sama untuk menerbitkan Climate Change Performance Index (CCPI) tahun 2025. Riset ini bertujuan untuk mengukur keseriusan setiap negara dalam menangani perubahan iklim.
CCPI 2025 berisi performa penanganan iklim dari 63 negara, termasuk Uni Eropa, yang telah menyumbang 90% gas rumah kaca secara global. Data dianalisis menggunakan 14 indikator dari 4 kategori utama, yaitu GHG Emissions (40%), Renewable Energy (20%), Energy Use (20%), dan Climate Policy (20%).
Hasil dari empat kategori menempatkan Denmark sebagai negara dengan kinerja penanganan iklim terbaik dengan skor 78,37. Dari berbagai kategori, Denmark hampir memperoleh skor sempurna pada kategori kebijakan iklim, yaitu 19,86 dari 20. Hal itu disebabkan oleh berbagai langkah strategis yang dilakukan oleh pemerintah Denmark, termasuk menerapkan pajak karbon terhadap industri peternakan dan ambisinya dalam memulihkan lahan pertanian.
Meski begitu, Denmark berada di posisi keempat secara global, karena posisi tiga besar sejauh ini masih kosong. Belum ada negara yang bisa mengisi posisi tiga besar dengan kinerja terbaik dalam menghadapi perubahan iklim.
Posisi berikutnya diisi oleh Belanda dengan skor 69,60. Kinerja Belanda dalam menangani perubahan iklim berfokus pada penurunan emisi dan transisi energi terbarukan. Bahkan, pemerintah Belanda memiliki sinergi dalam setiap transisi kepemimpinan untuk tetap mencapai target iklim yang telah dibangun bersama.
Britania Raya berada di posisi keenam dengan skor 69,30. Britania Raya memiliki keunggulan pada kategori GHG Emissions dan Energy Use. Hal itu dipengaruhi oleh kebijakan ambisius dari pemerintah untuk mengurangi penggunaan batu bara sebagai bahan bakar pembangkit listrik. Bahkan, pada tahun 2024, Britania Raya menutup pembangkit listrik bertenaga batu bara terakhir sebagai wujud keseriusannya dalam menangani perubahan iklim.
Sedangkan, di urutan berikutnya diisi oleh Filipina (68,40), Maroko (68,33), Norwegia (68,21), India (68,00), Swedia (67,61), Chili (67,29), dan Luksemburg (67,29).
Untuk Indonesia sendiri memperoleh skor 50,84 dan menempati peringkat 42. Indonesia turun peringkat dari yang sebelumnya berada di posisi 36. Hal ini disebabkan karena masih samarnya prioritas dan aksi pemerintah dalam menciptakan kebijakan perubahan iklim. Walaupun demikian, kebijakan pemerintah yang mendukung transportasi berbasis energi listrik berjalan dengan baik.
Baca Juga: Perkembangan Emisi Gas Rumah Kaca Indonesia Tahun 2013-2023