Dalam lima tahun terakhir, terdapat peningkatan konflik global dua kali lipat di beberapa negara dunia. Menurut Armed Conflict Location & Event Data (ACLED), kenaikan konflik global yang melibatkan senjata terjadi hampir di 50 negara dunia dengan kategori konflik ekstrem, termasuk yang terjadi di Palestina, Myanmar, Suriah, dan Meksiko.
Meningkatnya konflik global yang melibatkan senjata mengakibatkan kenaikan pengungsi di berbagai belahan dunia. Berdasarkan Konvensi Pengungsi 1951, pengungsi diartikan sebagai seseorang yang dikarenakan ketakutan beralasan akan penganiayaan karena ras, agama, kebangsaan, atau keanggotaan dalam kelompok sosial atau partai tertentu berada di luar negaranya. Dalam hal ini, individu tersebut tidak menginginkan perlindungan dari negaranya, sehingga mencari perlindungan ke negara lain atau secara terpaksa melakukan perpindahan ke negara lain demi keamanan.
Dalam skala internasional, pengungsi dilindungi oleh Konvensi Pengungsi 1951 yang mengatur tentang status pengungsi, hak, dan perlindungan yang didapatkan seseorang apabila menjadi pengungsi. Dalam hal ini, tidak semua negara dapat menjadi rumah bagi para pengungsi karena keterbatasan wilayah dan proses hukum. Suatu negara perlu melakukan ratifikasi terhadap Konvensi 1951 untuk menjadi rumah bagi pengungsi, sedangkan apabila negara tersebut tidak melakukan ratifikasi maka perbantuan hukum yang dilakukan hanya sebatas menjadi negara transit bagi pengungsi.
Menurut United Nation High Commissioner for Refugees (UNHCR), sampai akhir Juni 2024, terdapat 31 juta orang di seluruh dunia yang mengungsi secara paksa akibat penganiayaan, konflik, kekerasan, dan ancaman terhadap pelanggaran hak asasi manusia di bawah mandat UNCHR. Jumlah ini belum terhitung dari jutaan orang pencari suaka, pengungsi Palestina, dan orang-orang dalam kondisi rentan yang memerlukan perlindungan internasional.
Sementara itu, menurut UNCHR Indonesia pada tahun 2023, terdapat 12.295 pengungsi yang terdaftar oleh UNHCR Indonesia. Angka tersebut meliputi 69% orang dewasa, 29% anak-anak, dan dari total penduduk dewasa sebagian besar di antaranya adalah laki-laki (72%) dan perempuan (28%). Sebagian besar di antaranya berasal dari Afghanistan, Myanmar, Somalia, dan Irak.
Menurut beberapa pakar, jumlah pengungsi akan terus mengalami peningkatan dalam dua sampai tiga tahun ke depan melihat kondisi konflik bersenjata yang terus mengalami eskalasi.
Baca Juga: Koalisi Masyarakat Sipil Indonesia dan Australia Desak Reformasi Kebijakan Pengungsi