Di Umur Berapa Orang Tua Izinkan Anaknya Berpacaran?

Sebanyak 24% responden orang tua tidak mengizinkan sama sekali anaknya untuk berpacaran.

Usia Anak yang Diizinkan Orang Tua Untuk Berpacaran

Sumber: Jakpat
GoodStats

Berpacaran menjadi hal yang lumrah dilakukan oleh manusia ketika telah menyentuh usia dewasa terlepas dari faktor keyakinan. Sebagai makhluk sosial, kebutuhan akan kedekatan emosional menjadi bagian penting dari proses tumbuh kembang seseorang. Hubungan yang sehat dapat menjadi sumber dukungan, validasi, bahkan ruang eksplorasi emosional yang positif.

Namun, pandangan ini bisa berbeda ketika dilihat dari perspektif orang tua. Ketika anak mulai memasuki usia remaja dan dewasa muda, banyak orang tua cenderung merasa waswas. Kekhawatiran soal pergaulan, nilai moral, dan kesiapan emosional anak membuat sebagian orang tua merasa perlu mengontrol atau setidaknya membatasi ruang gerak anaknya dalam menjalin hubungan asmara.

Menanggapi hal tersebut, Jakpat merilis survei bertajuk Parenting Trends in Indonesia yang dilakukan pada periode 18–20 Februari 2025 dengan melibatkan 983 responden. Dari total responden tersebut, 494 di antaranya adalah orang tua. Hasil survei menunjukkan bahwa 56% orang tua mengizinkan anaknya berpacaran di atas usia 18 tahun, angka yang mencerminkan sikap hati-hati dan pertimbangan kedewasaan sebelum memberikan izin.

Menariknya, 24% dari responden orang tua menyatakan tidak mengizinkan anaknya berpacaran sama sekali. Sikap ini menunjukkan bahwa masih ada sebagian orang tua yang memilih untuk menunda atau bahkan menolak sepenuhnya keterlibatan anak dalam hubungan asmara. Pilihan ini umumnya didasarkan pada sejumlah pertimbangan, termasuk faktor nilai sosial, keyakinan pribadi, pendekatan pengasuhan, dan keyakinan keluarga.

Di sisi lain, 80% responden orang tua tetap mempertahankan pengawasan dan bimbingan terhadap hubungan anak mereka, terutama selama masa remaja. Ini menunjukkan bahwa meski izin diberikan, kontrol dan pendampingan tetap dianggap penting untuk menjaga nilai dan arah hubungan anak.

Hal ini sejalan dengan data sebelumnya yang menyatakan bahwa 60% orang tua menganggap nilai moral dan etika yang bersumber dari keyakinan agama sebagai faktor utama dalam gaya pengasuhan mereka. Artinya, pengambilan keputusan seperti kapan anak boleh berpacaran sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dianut keluarga.

Fenomena ini menggambarkan adanya pertentangan antara nilai tradisional dan realitas sosial yang terus berubah. Satu sisi ingin melindungi, sisi lain dituntut menyesuaikan diri dengan dinamika zaman yang menempatkan remaja dalam lingkungan yang jauh lebih terbuka.

Meski demikian, pendekatan yang terbuka dan komunikatif menjadi kunci. Pengawasan bukan berarti larangan, dan kepercayaan tak harus berarti membebaskan sepenuhnya. Bagi sebagian orang tua, pendampingan yang didasarkan pada nilai keluarga dan keterbukaan justru menjadi cara terbaik agar anak-anak dapat membangun hubungan yang sehat, bertanggung jawab, dan sesuai dengan nilai yang mereka anut.

Baca Juga: 56% Warga Indonesia Tunda Punya Anak pada 2024

Terima kasih telah membaca sampai di sini

atau

Untuk mempercepat proses masuk atau pembuatan akun, bisa memakai akun media sosial.

Hubungkan dengan Google Hubungkan dengan Facebook