Jumlah Gedung Pencakar Langit Negara G20 2024, Indonesia Masuk 10 Besar!

Melirik negara pertumbuhan ekonomi tinggi, Indonesia dapat alokasikan fungsi gedung pencakar langit untuk kesejahteraan masyarakat menengah kebawah.

Ketika berbicara tentang gedung pencakar langit (skyscraper), banyak orang akan terpikirkan Dubai di Uni Emirat Arab, Hong Kong atau Amerika Serikat. Ketiga negara tersebut menawarkan pemandangan gedung-gedung tinggi, baik dengan fungsi perkantoran, tempat tinggal hingga wisata.

Banyak orang awam yang mengira gedung tinggi dapat disebut sebagai gedung pencakar langit, namun nyatanya tidak seperti itu. Manan Sethi dalam jurnalnya yang bertajuk ‘Skycrapers as a Prosperity Indicator’ menyebutkan kriteria tinggi gedung yang dapat disebut gedung pencakar langit.

Sethi mencatat bahwa gedung dapat dikatakan sebagai skyscraper apabila tingginya lebih dari 150 meter. Dalam jurnalnya, Sethi turut mengkategorikan sebutan gedung berdasarkan tingginya:

  • < 150m disebut “high-rises” atau bangunan tinggi
  • 150m - 300m disebut “skyscrapers” atau gedung pencakar langit
  • 300m - 600m disebut “supertalls” atau gedung pencakar langit supertalls
  • 600m+ disebut “megatalls” atau gedung pencakar langit megatalls

Pusat kota umum menjadi wilayah dibangunnya gedung-gedung pencakar langit. Pembangunan gedung dimaksudkan untuk efektivitas ragam sektor, dari ekonomi hingga sosial. Apalagi jika wilayah tersebut merupakan distrik yang berfokus pada bisnis, maka gedung pencakar langit sudah menjadi pemandangan biasa.

Berbicara tentang bangunan dan ekonomi, The Skycrapper Center merilis data terkait jumlah gedung pencakar langit yang dimiliki negara-negara G20.

Hasil menunjukkan bahwa di awal 2024, China menjadi negara dengan koleksi gedung pencakar langit terbanyak negara G20 sekaligus global. Sementara itu, Indonesia masuk peringkat sepuluh besar, yakni di peringkat 7 (G20) dan 9 (global).

Namun, banyaknya gedung pencakar langit tidak membuktikan pertumbuhan ekonomi yang lebih baik. World Bank mengungkapkan bahwa negara-negara dengan pertumbuhan ekonomi tinggi justru mempunyai gedung pencakar langit lebih sedikit dibandingkan negara dengan pertumbuhan ekonomi lebih rendah.

Rupanya, negara dengan pertumbuhan ekonomi tinggi fokus pada ‘kualitas’ dan fungsi gedung dibandingkan kuantitasnya. Pencakar langit dibangun untuk keperluan masyarakat kelas menengah dibandingkan perusahaan global atau elit. Sebaliknya, banyak negara pertumbuhan rendah membangun gedung pencakar langit atas dasar ‘prestis’ dan tidak mengutamakan fungsionalitas gedung tersebut.

Fakta tersebut tentu dapat menjadi catatan bagi Indonesia. Walaupun memiliki banyak gedung pencakar langit, agaknya perhatikan juga fungsi dari gedung-gedung tersebut. Selain untuk keperluan bisnis, gedung pencakar langit di Indonesia bisa diperuntukkan bagi kesejahteraan masyarakat kelas menengah ke bawah, seperti tempat tinggal atau fasilitas umum.

Terima kasih telah membaca sampai di sini

Dengan melakukan pendaftaran akun, saya menyetujui Aturan dan Kebijakan di GoodStats Data

atau

Untuk mempercepat proses masuk atau pembuatan akun, bisa memakai akun media sosial.

Hubungkan dengan Google Hubungkan dengan Facebook