Hingga tahun 2021, sebagian besar energi yang digunakan di Indonesia masih berasal dari bahan bakar fosil seperti minyak, gas, dan batubara. Faktanya, 50,5% energi berasal dari minyak dan gas, 38% dari batubara, dan sisanya dari energi terbarukan.
Di Indonesia, terdapat total 31,4 GW Pembangkit Listrik Tenaga Batubara, dan akan ada tambahan 13,8 GW PLTU yang akan mulai beroperasi pada tahun 2023. Sekitar 66% dari total pembangkit listrik batubara yang ada di Indonesia berusia kurang dari 10 tahun. PLTU di Indonesia bisa beroperasi selama 50-60 tahun, dan 40% dari total PLTU merupakan proyek IPP dengan kontrak pengadaan listrik dengan PLN berlaku selama 25-30 tahun.
Bahan bakar fosil juga masih mendapat manfaat dari subsidi pemerintah. Pada tahun 2021, Pemerintah Indonesia mengalokasikan Rp140,4 triliun untuk subsidi BBM, gas, dan listrik, setara dengan 5% dari total belanja APBN pada tahun tersebut. Pada Januari-Juli 2022, Pemerintah telah menyalurkan subsidi sebesar Rp89,62 triliun, yang terdiri dari BBM dan gas sebesar Rp62,7 triliun, dan subsidi listrik sebesar Rp26,92 triliun.
Selain itu, Pemerintah juga telah menyalurkan tambahan Rp104,78 triliun untuk kompensasi BBM dan listrik kepada PT. Pertamina dan PT. PLN selama periode tersebut untuk memastikan keterjangkauan energi masyarakat. Subsidi listrik, terutama, dianggap sebagai penopang bahan bakar fosil karena lebih dari 90% konsumsi listrik berasal dari bahan bakar fosil. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya untuk mengurangi subsidi bahan bakar fosil dan beralih ke energi terbarukan yang lebih ramah lingkungan.