Bencana banjir dan longsor yang melanda Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat pada akhir November 2025 memicu perhatian publik yang sangat besar. Kerusakan infrastruktur, korban jiwa yang meningkat, wilayah terisolasi, hingga pemadaman listrik total menciptakan situasi darurat yang mendorong masyarakat mencari informasi serta mengekspresikan kepeduliannya di ruang digital.
Analisis Drone Emprit terhadap percakapan daring pada 24 November-7 Desember 2025 menggambarkan bagaimana isu ini berkembang menjadi sorotan nasional di berbagai platform, terutama X.
Baca Juga: Dilanda Siklon Tropis Senyar, Ini 10 Daerah dengan Risiko Banjir Bandang Terluas di Sumut
Selama periode tersebut, pemberitaan mengenai bencana Aceh dan Sumatra muncul dalam 67.449 artikel dengan total 217.944 mentions. Percakapan di media sosial mencapai 86.112 sampel, menegaskan tingginya perhatian publik. Namun, terdapat perbedaan yang signifikan antara sentimen media online dan media sosial. Media online menunjukkan kecenderungan positif dengan 75,8% pemberitaan bernada dukungan, disusul 14,3% netral dan 9,9% negatif. Di sisi lain, media sosial justru menunjukkan dominasi sentimen negatif hingga 58,1%, dengan sentimen positif hanya 26,1% dan netral 15,8%.
Di platform X sendiri, mayoritas percakapan bernada kritis. Sentimen positif sebesar 24,6% umumnya berupa apresiasi terhadap instruksi serta kunjungan langsung Presiden Prabowo ke lokasi bencana, serta mobilisasi TNI-Polri dalam membuka akses ke wilayah terisolasi.
Namun, sentimen negatif mendominasi hingga 60,2%. Banyak warganet menyoroti isu deforestasi dan kayu gelondongan hanyut yang dianggap memperburuk bencana, kritik atas lambatnya penetapan status Bencana Nasional, serta tudingan politisasi bantuan seperti karung beras bergambar presiden. Kritik juga diarahkan pada sejumlah pejabat daerah yang dinilai lambat merespons dan beberapa pernyataan pejabat yang dianggap minim empati. Kemudian sisanya berupa sentimen netral sebesar 15,2%.
Struktur percakapan terlihat jelas dalam awan kata yang didominasi istilah “bencana”, “banjir”, “korban”, “Aceh”, dan “MBG.” Publik menekankan parahnya dampak bencana di Aceh dan Sumut, termasuk terputusnya komunikasi dan minimnya sorotan media nasional. Diskusi mengenai program Makan Bergizi (MBG) turut mengemuka, terbagi antara desakan pengalihan anggaran untuk penanganan darurat dan dorongan agar dapur MBG dialihfungsikan menjadi dapur umum.
Penggunaan tagar seperti #PrayForSumatra, #banjir, #AllEyesOnSumatra, #prabowo, dan #BPBD menggambarkan dua kecenderungan besar. Pertama, gelombang kritik terhadap kerusakan ekologis dan respons pemerintah yang dinilai lamban. Kelompok kedua meliputi arus solidaritas masyarakat yang bergerak cepat menggalang bantuan mandiri di tengah minimnya sorotan nasional.
Secara keseluruhan, dinamika percakapan warganet di X memperlihatkan bahwa bencana Aceh dan Sumatra bukan hanya persoalan alam, tetapi juga persoalan tata kelola, komunikasi publik, dan kepercayaan masyarakat. Gelombang kritik dan dukungan yang muncul menunjukkan betapa pentingnya transparansi, respons cepat, serta pengelolaan lingkungan yang lebih baik.
Baca Juga: Update Korban Banjir Sumatra 10 Desember 2025, Sudah Tembus 6 Ribu Jiwa
Sumber:
https://pers.droneemprit.id/update-sentimen-publik-terhadap-penanganan-bencana-di-aceh-dan-sumatra/