Upah yang diterima guru honorer tanah air masih cukup memprihantinkan. Melansir survei kolaborasi antara Dompet Dhuafa dengan lembaga Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) mengenai kesejahteraan guru, 74,3% responden yang merupakan guru honorer menyebutkan gajinya masih dibawah Rp2 juta per bulannya. Lebih mengejutkannya lagi, 20,5% di antaranya menerima upah kurang dari Rp500 ribu per bulannya.
Lebih lanjut, 26,4% responden mengaku mendapatkan upah sebesar Rp500 ribu hingga Rp1 juta per bulannya. Ada pula yang menerima gaji sebesar Rp1 juta hingga Rp1,5 juta per bulan (10,2%), Rp1,5 juta hingga Rp2 juta per bulan (17%), Rp2 juta hingga Rp3 juta per bulan (12,8%), Rp3 juta hingga Rp4 juta per bulan (7,6%), Rp4 juta hingga Rp5 juta per bulan (4,2%), dan hanya segelintir (0,8%) yang memperoleh gaji di atas Rp5 juta per bulan.
Untuk itu, tidak mengherankan jika kebanyakan guru merasa sulit untuk menanggung kebutuhan hidupnya sendiri. Menurut survei tersebut, 895 guru dengan jumlah tanggungan rata-rata 3 anggota keluarga merasa kesulitan memenuhi kebutuhan hidupnya hanya dari upahnya sebagai guru, bahkan merasa kekurangan.
Mayoritas guru juga memiliki pekerjaan sampingan untuk menambah pemasukan, mulai dari sebagai guru bimbel, content creator, hingga driver ojek online.
Rendahnya upah guru ini menjadi salah satu faktor yang mengakibatkan kesejahteraan guru di tanah air masih terbilang rendah. Padahal, guru merupakan pengajar masa depan bangsa, tonggak yang menentukan mau di bawa ke mana Indonesia di masa depan. Perlakuan yang masih kurang adil ini harusnya sudah tidak ada lagi.
Adapun survei terkait kesejahteraan guru ini diadakan dalam rangka merayakan Hari Pendidikan Nasional yang diperingati setiap tangga; 2 Mei 2024. Survei ini berhasil mengumpulkan 403 responden yang mayoritas berasal dari Pulau Jawa (291 orang).
Sebanyak 123 responden adalah guru PNS, 118 adalah guru tetap yayasan, 117 adalah guru honorer, dan 45 orang lainnya adalah guru PPPK.