Mayoritas Gratifikasi di Pelayanan Publik Dilakukan Secara Sukarela

43,94% gratifikasi yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia saat berada di pelayanan publik bersumber dari inisiatif pribadi tanpa ada yang meminta.

Penyebab Masyarakat Membayar Lebih dari Ketentuan dalam Layanan Publik

Sumber: BPS (Badan Pusat Statistik)
GoodStats

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat perilaku korupsi masyarakat indonesia dalam Laporan Indeks Perilaku Anti Korupsi Tahun 2024. Salah satu sub dimensi yang diukur adalah Indeks Pengalaman Publik.

Pada indeks pengalaman publik, perilaku masyarakat diukur berdasarkan pengalaman mengeluarkan uang, barang, atau fasilitas yang melebihi ketentuan ketika berurusan dengan layanan publik. Contoh perilaku ini adalah memberi sumbangan sukarela, uang rokok, uang terima kasih, atau hadiah lainnya.

Berdasarkan survei, terdapat 17,17% responden Indonesia yang masih memberikan gratifikasi pada pelayanan publik. Diketahui ada 4 penyebab utama yang menjadi sumber perilaku tersebut masih dilakukan.

Sebanyak 43,94% tindakan gratifikasi di pelayanan publik dilakukan masyarakat secara sukarela. Sementara itu, 31,37% responden juga menganggap hal ini lumrah untuk dilakukan. Kedua alasan ini persentasenya mengalami kenaikan dibanding tahun sebelumnya.

Sementara itu, alasan lainnya adalah diminta oleh petugas (22,97%) dan diminta oleh pihak ketiga (1,72%), persentasenya menurun dibanding tahun sebelumnya.

Menurut BPS, kondisi ini menunjukkan bahwa kesadaran perilaku antikorupsi masih belum terinternalisasi di dalam diri sebagian masyarakat yang mengakses layanan publik. BPS juga menduga bahwa kecenderungan membayar suap ini disebabkan oleh gabungan antara kebiasaan masyarakat Indonesia dan lemahnya hukum negara.

Salah satu artikel dari jurnal Innovative: Journal Of Social Science Research yang berjudul Gratifikasi dalam Perspektif Etika dan Hukum: Antara Budaya Pemberian dan Korupsi mengungkapkan bahwa niat baik untuk memberikan hadiah kepada layanan publik sebagai bentuk apresiasi dan ungkapan terima kasih dapat disalahgunakan sebagai motif tersembunyi yang merusak integritas dan menimbulkan tindakan korupsi yang melanggar hukum. Gratifikasi, baik dari sudut pandang etika maupun hukum, dapat memicu konflik kepentingan dan merugikan kepentingan publik.

Baca Juga: 5 Sektor Rawan Korupsi di Indonesia Pada Tahun 2023

Terima kasih telah membaca sampai di sini

atau

Untuk mempercepat proses masuk atau pembuatan akun, bisa memakai akun media sosial.

Hubungkan dengan Google Hubungkan dengan Facebook