Kebebasan berekspresi menjadi salah satu pondasi demokrasi dalam suatu negara. Sebagai negara yang mengakui kebebasan berekspresi serta mengklaim demokrasi dalam berbagai kebijakan, Indonesia malah mengalami kenaikan angka pelanggaran terhadap kebebasan berekspresi dalam satu dekade terakhir.
Sepanjang tahun 2024, SAFEnet mencatat adanya pelanggaran terhadap kebebasan berekspresi di ranah digital sampai berujung kriminalisasi di berbagai wilayah Indonesia. Baru saja awal tahun 2024 dimulai dengan putusan bebas terhadap dua aktivis hak asasi manusia, Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti yang mengkritisi salah satu aktivitas pejabat pemerintah Indonesia, Luhut Pandjaitan. Kemenangan atas kebebasan berekspresi juga dirayakan oleh pegiat lingkungan, Daniel Tangkilisan dari jerat UU ITE.
Akan tetapi, tidak berselang lama, satu demi satu kriminalitas terhadap kebebasan berekspresi maupun intimidasi dan ancaman dilayangkan selama setahun ke belakang. Berdasarkan pemantauan SAFEnet, terdapat 146 kasus pelanggaran kebebasan berekspresi di ranah digital sepanjang tahun 2024. Angka ini mengalami kenaikan sebesar 32 kasus, di mana pada tahun 2023 terdapat 114 kasus pelanggaran kebebasan berekspresi.
Dari segi korban atau terlapor, pada tahun 2024 juga terdapat peningkatan yang cukup signifikan sebesar 44 orang atau semula 126 orang pada tahun 2023. Sedangkan di tahun 2024 terdapat 170 orang. Angka ini belum terhitung berbagai pihak atau korban yang memilih diam atau tidak melanjutkan kasus ke ranah hukum.
Di berbagai kasus yang terjadi, sebagian besar pelaku melanggar UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 maupun UU ITE Nomor 1 Tahun 2024 tanpa menyebutkan pasal yang spesifik (46 kasus). Sementara itu, beberapa pelapor lainnya menggunakan Pasal 27A mengenai penyerangan atas kehormatan (33 kasus).
Apabila ditinjau dari latar belakang pelapor, sebagian besar berasal dari organisasi atau institusi (24 kasus), pengusaha atau perusahaan (17 kasus), warga (15 kasus), pejabat publik (13 kasus), dan partai politik (12 kasus). Sedangkan, latar belakang korban atau terlapor mayoritas berasal dari warganet atau netizen (62 orang), pembuat konten (26 orang), atlet (23 orang), aktivis atau organisasi masyarakat sipil (12 orang), politisi (9 orang), serta jurnalis atau media (7 orang). Selain itu, sektor buruh juga mengalami lonjakan signifikan di tahun 2024. Catatan SAFEnet menunjukkan 7 buruh dilaporkan ke polisi.
Sebagian besar tindak kriminalitas terjadi di ranah digital atau media sosial. Tercatat ada 24 kasus kriminalitas yang terjadi melalui media Facebook, 27 kasus di media TikTok, 33 kasus kriminalitas melalui media Instagram, dan 35 kasus melalui media sosial lainnya. Sebagian besar latar belakang pelaporan terjadi pada ranah personal (37 kasus), disusul ranah politik (29 kasus), ranah ekonomi (17 kasus), penodaan agama (13 kasus), dan isu lingkungan (9 kasus).