Rasio utang terhadap PDB merupakan persentase utang pemerintah terhadap total nilai barang dan jasa yang diproduksi di suatu negara. Metrik makroekonomi ini berguna untuk menilai kapasitas pemerintah dalam melunasi utangnya.
Sebagai tolok ukur kemampuan fiskal, besaran rasio utang yang tinggi berpotensi mengancam kesehatan keuangan suatu negara. Pasalnya, negara dengan rasio yang membengkak cenderung mengalami kesulitan melunasi utangnya. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk mengendalikan besaran utang tersebut.
Berdasarkan data International Monetary Fund (IMF), rasio utang terhadap PDB Indonesia pada 2024 mencapai 40,5%. Angka tersebut meningkat 0,9% terhadap tahun lalu yang sebesar 39,6%. Kendati mengalami peningkatan, besaran tersebut masih di bawah ambang maksimal 60% sebagaimana yang ditetapkan dalam UU No.1/2003 tentang Keuangan Negara.
Apabila ditinjau berdasarkan tren, rasio utang Indonesia cenderung menanjak, dengan puncaknya pada 2021 yang menyentuh 41,1%. DPR dalam Nota Keuangan dan RAPBN 2024 menegaskan walau telah berhasil mengendalikan besaran rasio tersebut, pemerintah mesti waspada terhadap risiko kenaikan utang yang berdampak pada kerentanan fiskal jangka panjang.
Namun, proyeksi IMF menunjukkan bahwa besaran rasio utang Indonesia akan melandai perlahan selama lima tahun ke depan, turun ke angka 39,6% pada 2029. Melansir laman Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI, penurunan ini didorong oleh selisih pertumbuhan suku bunga kumulatif dan S&P Global Ratings yang mempertahankan peringkat kredit Indonesia pada level 'BBB' dengan prospek stabil.
Di samping itu, beban utang Indonesia di 2024 juga tercatat lebih rendah dibanding rata-rata rasio utang ASEAN. Posisi Indonesia masuk jajaran terendah, hanya di atas Vietnam (33,8%), Kamboja (26,5%), Timor Leste (13,4%), dan Brunei Darussalam (2,3%).
Rasio utang Indonesia terpaut jauh dengan Singapura (175,2%) yang memiliki besaran tertinggi dalam tataran regional, begitu pula dengan Laos (108,3%) dan Malaysia (68,4%). Rasio utang ketiga negera tersebut tercatat melampaui rata-rata negara ASEAN. Negara lain yang mempunyai beban utang lebih besar dari Indonesia adalah Thailand (65%), Myanmar (60,8%), dan Filipina (57,6%).
Atas kinerja ini, pemerintah berkomitmen untuk terus mengelola utang dengan cermat dan terukur. Hal ini disampaikan oleh Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian Ferry Irawan.
“Pemerintah terus mengupayakan penurunan rasio utang terhadap PDB melalui optimalisasi pendapatan negara yang dilakukan melalui efektivitas reformasi perpajakan, reformasi pengelolaan SDA dan barang milik negara, serta insentif fiskal yang terukur untuk mendorong akselerasi investasi dengan tetap menjaga iklim investasi dan keberlanjutan reformasi perpajakan,” terangnya melalui laman resmi Kemenko Perekonomian RI.
Baca Juga: Mengapa Utang Negara Tidak Selalu Menyelamatkan Ekonomi Indonesia?