Wilayah Asia Tenggara menerima sinar matahari secara relatif konstan dengan rerata 12 jam sinar matahari per hari. Hal ini salah satunya disebabkan karena lokasinya yang dekat dengan garis khatulistiwa. Fitur geografis ini menawarkan potensi energi matahari yang sangat besar bagi negara-negara di Asia Tenggara.
Berdasarkan publikasi ASEAN Centre for Energy (ACE) pada tahun 2022 yang berjudul Innovative Solar PV Utilisation to Support the Green Economic Recovery in ASEAN, negara-negara ASEAN memiliki tingkat insolasi matahari tahunan, yang berkisar antara 1.460 hingga 1.892 kWh/m2 per tahun. Potensi tertinggi diperkirakan terjadi di Myanmar dan Thailand, di mana panel surya dapat menghasilkan lebih dari 7.000 GigaWatt. Menurut Lee et al., (2019) Thailand memiliki potensi energi matahari sebesar 10.538 GigaWatt dan Myanmar memiliki potensi sebesar 7.717 GigaWatt
Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Filipina, dan Vietnam dikategorikan sebagai negara potensial menengah, dengan kurang dari 4.000 GigaWatt potensi. Adapun detail potensi energi matahari setiap negara tersebut adalah sebesar 1.052 GigaWatt untuk Indonesia, 1.278 GigaWatt untuk Laos, 1.910 GigaWatt untuk Filipina, 1.965 GigaWatt untuk Malaysia, 2.847 GigaWatt untuk Vietnam, dan 3.198 GigaWatt untuk Kamboja.
Sementara itu, Brunei Darussalam dan Singapura kurang memiliki potensi untuk mendukung aplikasi berbasis teknologi surya, karena terbatasnya area yang tersedia. Adapun potensi energi matahari yang dimiliki oleh Singapura menurut Lee et al., (2019) adalah sebesar 200 GigaWatt dan yang dimiliki oleh Brunei Darussalam adalah sebesar 16 GigaWatt.