Peran ibu bukanlah suatu hal yang bisa dijalani oleh semua orang, bahkan oleh perempuan itu sendiri. Dalam kelompok masyarakat yang masih dipengaruhi oleh budaya patriarki, keberadaan perempuan kerap dipandang sebelah mata dan menghadapi tantangan tambahan dalam menjalankan peran keibuan. Tuntutan sosial dan ekspektasi yang tinggi sering kali menambah beban bagi para ibu dalam keluarga.
Jakpat merilis survei Parenting Trends in Indonesia yang dilakukan pada 18–20 Februari 2025 dengan melibatkan 983 responden. Dari 494 responden yang merupakan orang tua, ditemukan bahwa 3 dari 5 ibu menyatakan bahwa menjadi ibu adalah suatu hal yang menantang. Sebaliknya, hanya 1 dari 4 ayah mengatakan bahwa menjadi ayah adalah hal yang mudah.
Lebih lanjut, sebanyak 39% ibu mengatakan bahwa menjadi ibu merupakan peran yang sulit, sementara 43% ayah menyatakan netral, tidak sulit, tidak juga mudah. Data ini menunjukkan adanya perbedaan persepsi antara ibu dan ayah dalam menjalani peran sebagai orang tua.
Tentunya, setiap orang tua memiliki beban tanggung jawabnya masing-masing. Menjadi orang tua memerlukan pengetahuan yang mendasar dan kemampuan untuk terus bertumbuh, bukan hanya mengandalkan pendidikan warisan dari orang tua sebelumnya. Tugas menjadi orang tua bukan hanya peran ibu saja, tetapi ayah juga memiliki peran yang penting dalam pengasuhan anak.
Hal ini juga turut menyumbang kenaikan angka perceraian tertinggi, di mana perceraian didominasi oleh istri yang menggugat suami. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2024, sebanyak 308.956 kasus perceraian jenis cerai gugat terjadi di Indonesia.
Kepala Center for Public Mental Health Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada Diana Setiyawati, mengatakan bahwa pengasuhan anak membutuhkan keterlibatan orang tua, yaitu peran ayah dan ibu secara berimbang. Artinya, tanggung jawab dalam mengasuh anak tidak hanya berada di pundak ibu, tetapi juga perlu dijalankan oleh ayah secara aktif.
”Namun, yang banyak terjadi ayah tidak terlibat dalam pengasuhan. Ini jadi fenomena yang cukup lazim, salah satunya karena pengaruh budaya,” ujar Diana dilansir dari Kompas.
Data dan pernyataan ini menunjukkan bahwa peran ibu dalam keluarga menghadapi tantangan yang kompleks dan memerlukan dukungan dari berbagai pihak, termasuk pasangan dan masyarakat luas. Penting bagi kita untuk memahami dan menghargai peran ibu, sekaligus menciptakan lingkungan yang mendukung kesetaraan dalam keluarga.
Menjadi ibu bukanlah peran yang mudah, diperlukan kesadaran kolektif untuk mendukung mereka dalam menjalankan fungsinya, serta mendorong keterlibatan aktif ayah dalam pengasuhan anak guna menciptakan keluarga yang harmonis dan berimbang.
Baca Juga: Punya Waktu Lebih Sama Keluarga Jadi Alasan Gen Z & Milenial Kejar Work-Life Balance