17,85% Penyandang Disabilitas di Indonesia Tidak Pernah Sekolah: Apa yang Salah?

Menurut laporan Statistik Pendidikan 2024 dari Badan Pusat Statistik, 17,85% penyandang disabilitas berusia lebih dari 5 tahun tidak pernah mengenyam pendidikan.

Pendidikan Terakhir Penyandang Disabilitas di Indonesia (Maret 2024)

Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS)
GoodStats

Menurut laporan Statistik Pendidikan 2024 dari Badan Pusat Statistik (BPS), 17,85% penyandang disabilitas berusia lebih dari 5 tahun di Indonesia tidak pernah mengenyam pendidikan formal sebelumnya. Data tersebut timpang dengan jumlah kelompok non-disabilitas yang hanya 5,04%.

Ketimpangan tersebut semakin terlihat apabila membandingkan berdasarkan jenjang pendidikan tertinggi yang dicapai. Sebanyak 4,51% penyandang disabilitas tidak pernah sekolah, 12,04% tidak tamat SD, 31,66% memiliki ijazah SD/sederajat, 24,03% memiliki ijazah SMP/sederajat, 22,17% memiliki ijazah SMA/SMK/sederajat, dan 5,58% memiliki ijazah perguruan tinggi.

Mayoritas penyandang disabilitas menamatkan studi di jenjang SD dan 48,21% berpendidikan SD atau lebih rendah. Sementara itu, kelompok non-disabilitas dengan tingkat pendidikan yang sama hanya sebesar 27,84%.

Menurut Koordinator Kelompok Kerja Pendidikan Inklusif Direktorat Pendidikan Masyarakat dan Pendidikan Khusus Kemendikbudristek, Meike Anastasia, hanya 64% dari prediksi jumlah anak disabilitas di Indonesia yang menempuh pendidikan dengan alasan meliputi biaya, learned helplessness, dan penolakan dari sekolah.

“Penolakan sekolah biasanya karena alasan guru pembimbing khusus tidak ada”, jelas Meike lebih lanjut pada Senin (1/4/2024), mengutip Poskota.

Ia juga menjelaskan per Desember 2023, terdapat 40.164 satuan pendidikan formal yang memiliki pelajar disabilitas, tetapi hanya 14,83% yang memiliki guru pembimbing khusus.

Terlebih, Kemdikbudristek mencatat hanya terdapat 2.379 Sekolah Luar Biasa (SLB) di Indonesia, dengan 41,19% atau 980 sekolah masih terpusat di Jawa. Rasio pertumbuhan guru dan peserta didik di SLB pun tidak seimbang. Pertumbuhan peserta didik 2021-2024 mencapai 12%, sementara pertumbuhan guru di periode yang sama hanya 3%.

Menanggapi berbagai hambatan menciptakan pendidikan inklusif di Indonesia, Tati Srihayati dari Direktorat PMPK menyampaikan bahwa menghapus stigma adalah langkah awal menciptakan pembangunan inklusif. Selain menyediakan infrastruktur, Ia juga menekankan pentingnya meningkatkan kualitas pendidikan, khususnya di daerah terpencil.

Baca Juga: Pekerjaan Bagi Kamu Disabilitas Masih Menjadi Tantangan di Dunia

Terima kasih telah membaca sampai di sini

atau

Untuk mempercepat proses masuk atau pembuatan akun, bisa memakai akun media sosial.

Hubungkan dengan Google Hubungkan dengan Facebook