Berdasarkan hasil survei Perilaku Pengelolaan Sampah Masyarakat Indonesia 2024 oleh Goodstats, sebanyak 31,4% responden tercatat telah melakukan pemilahan sampah antara sampah basah dan kering. Alasan utamanya adalah untuk mempermudah proses pengelolaan sampah.
Selain itu, 18,3% responden juga melakukan pemilahan sampah agar bisa didaur ulang. Warga juga mengakui bahwa mereka memilah sampah sebagai bentuk mematuhi aturan berlaku (12,3%).
Dari sisi dampak, 4,3% responden tercatat memilah sampah agar sampah tersebut tidak memunculkan bau menyengat dan mencemari lingkungan sekitar. Dengan angka 3%, warga pun mengakui bahwa pemilahan sampah perlu dilakukan untuk mencegah penyebaran penyakit.
Sampah dapat menjadi aset yang berharga sekaligus berbahaya. Pemilahan sampah bisa membantu proses daur ulang dan juga melindungi manusia beserta lingkungan dari dampak negatif sampah.
Ada banyak zat yang berbahaya bagi manusia atau lingkungan jika tidak dibuang dengan benar. Misalnya, merkuri, pelarut, cat, minyak, dan bahan kimia. Beberapa baterai, lampu neon, bola lampu berenergi rendah mengandung merkuri, yang merupakan salah satu racun lingkungan paling berbahaya yang ada.
Beberapa logam lain, seperti kadmium dari limbah listrik dan elektronik, juga tetap bertahan lama jika berakhir di lingkungan. Zat-zat ini dapat menyebabkan kerusakan ginjal, kerusakan tulang, gangguan kemampuan belajar, penglihatan malam yang buruk, anemia, dan gangguan sistem saraf.
Sampah yang dibuang di ruang terbuka (misalnya di jalanan) berpotensi membocorkan zat berbahaya. Sebagian besar sampah membutuhkan waktu yang lama untuk terurai.
Misalnya, kaca butuh 1 juta tahun untuk terurai sempurna, plastik butuh 450 tahun, aluminium sekitar 200–500 tahun, kertas berlapis plastik memerlukan 5 tahun, puntung rokok sekitar 1–5 tahun, dan kertas butuh waktu 6 bulan. Oleh karena itu, sampah perlu dipilah agar memudahkan proses pengelolaan.
Adapun survei GoodStats ini dilaksanakan pada 7-16 November 2024 dengan melibatkan 1.000 responden dari berbagai latar belakang pendidikan dan ekonomi yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Survei dilakukan dengan metodologi kuantitatif secara online yang kemudian diperkuat dengan focus group discussion (FGD) dengan perwakilan sampel.
Baca Juga:10 Negara dengan Tingkat Daur Ulang Tertinggi di Dunia