5 Undang-Undang yang Paling Sering Diuji di Mahkamah Konstitusi

Sepanjang 2003-2025, Undang-Undang Pemilu menjadi undang-undang paling sering diuji di Mahkamah Konstitusi, mencapai 174 perkara.

5 Undang-Undang yang Paling Sering Diuji di Mahkamah Konstitusi

(Tahun 2003-2025)
Ukuran Fon:

Mahkamah Konstitusi (MK) menjadi salah satu pilar penting dalam sistem ketatanegaraan Indonesia pascareformasi. Kehadirannya tidak hanya dimaksudkan sebagai penjaga konstitusi (the guardian of the constitution), tetapi juga sebagai ruang koreksi bagi produk undang-undang yang dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Tingginya dinamika sosial, politik, dan hukum di Indonesia membuat sejumlah undang-undang kerap diajukan untuk diuji (judicial review), terutama yang bersentuhan langsung dengan hak konstitusional warga negara.

Baca Juga: Jumlah Putusan PUU Mahkamah Konstitusi Memuncak pada 2024

Secara kelembagaan, Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu pelaku kekuasaan kehakiman sebagaimana diatur dalam Pasal 24 UUD 1945. Kedudukan MK dipertegas dalam Pasal 24C UUD 1945 yang menyatakan bahwa MK berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final. Kewenangan utama MK antara lain menguji undang-undang terhadap UUD 1945, memutus sengketa kewenangan lembaga negara, pembubaran partai politik, serta perselisihan hasil pemilihan umum.

Berdasarkan data statistik Mahkamah Konstitusi yang dipublikasikan melalui Instagram resmi MK per 16 Desember, terdapat lima undang-undang yang paling sering diajukan permohonan pengujian sepanjang periode 2003-2025. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum menempati posisi pertama dengan 174 perkara. Tingginya angka ini tidak terlepas dari besarnya dampak regulasi pemilu terhadap hak politik warga negara, sistem kepartaian, hingga mekanisme penyelenggaraan demokrasi. Setiap perubahan norma dalam undang-undang pemilu hampir selalu memunculkan perdebatan konstitusional.

Di posisi berikutnya, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) diuji sebanyak 89 kali. KUHAP sebagai hukum acara yang mengatur proses peradilan pidana sering dipersoalkan karena dinilai belum sepenuhnya menjamin perlindungan hak asasi manusia, khususnya bagi tersangka dan terdakwa. Selanjutnya, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada tercatat 87 kali diuji, disusul Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat sebanyak 44 perkara, serta Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada dengan 43 perkara.

Dengan banyaknya undang-undang yang diuji, Mahkamah Konstitusi menunjukkan perannya sebagai tempat bagi masyarakat untuk memperjuangkan keadilan dan memastikan aturan yang berlaku tidak bertentangan dengan konstitusi, sekaligus menjadi pengingat bagi pembuat undang-undang agar setiap kebijakan yang disusun benar-benar adil, demokratis, dan berpihak pada kepentingan rakyat.

Baca Juga: Ambang Batas Pencalonan Kepala Daerah Pasca Keputusan Mahkamah Konstitusi

Sumber:

https://www.instagram.com/p/DSXeMFskjQP/?igsh=bWFqeDJpMmF2dGNi

Terima kasih telah membaca sampai di sini

atau

Untuk mempercepat proses masuk atau pembuatan akun, bisa memakai akun media sosial.

Hubungkan dengan Google Hubungkan dengan Facebook