Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) melaporkan bahwa tenaga kerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) pada periode Januari-Oktober 2024 mencapai 63.947 orang. Angka tersebut melonjak cukup signifikan, tepatnya 17,55% terhadap akumulasi pada bulan sebelumnya yang sebesar 54.400 orang. Selain itu, di penghujung tahun, pekerja yang mengalami PHK makin tersebar nyaris di seluruh provinsi dengan jumlah yang bervariasi.
DKI Jakarta tercatat menjadi provinsi dengan pekerja ter-PHK terbanyak. Jumlahnya mencapai 14.501 orang, mewakili 22,68% dari keseluruhan. Pada periode sebelumnya, PHK menimpa 11.210 pekerja, sehingga terjadi peningkatan sebesar 29,36%.
DKI Jakarta pun menyalip Jawa Tengah yang pada periode sebelumnya menduduki posisi teratas dengan 11.229 pekerja yang dipulangkan. Kali ini, Jawa Tengah mengekor di urutan kedua dengan kasus PHK menyentuh angka 12.489, bertambah 11,22% secara bulanan.
Sama seperti bulan sebelumnya, tempat ketiga masing dipegang oleh Banten yang kini mencatatkan kasus PHK sebanyak 10.702, naik 4,25% dari 10.229. Masih dari Pulau Jawa, Jawa Barat dan Jawa Timur melengkapi lima besar, masing-masing pekerja yang ter-PHK sebanyak 8.508 dan 3.694 orang.
Lebih lanjut, sepuluh besar pekerja ter-PHK terbanyak berasal dari Bangka Belitung (1.894), Sulawesi Tengah (18.12), DI Yogyakarta (1.245), Sulawesi Tenggara (1.156), dan Riau (1.068). Di lain sisi, kasus PHK di Papua Barat dan Papua selalu nihil di sepanjang 2024 ini.
Apabila ditilik dari segi sektor, industri pengolahan menjadi yang paling masif memulangkan pekerjanya, totalnya kurang lebih mencapai 28 ribu orang. Sektor aktivitas jasa lainnya menyusul dengan lebih dari 15 ribu tenaga kerja. Sektor ritel atau perdagangan bebas dan eceran turut masuk jajaran tiga teratas dengan lebih dari 8 ribu kasus PHK.
Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Kemenaker, Indah Anggoro Putri menjelaskan bahwa kian maraknya kasus PHK ini dilatarbelakangi oleh beragam faktor, salah satunya adalah ketatnya persaingan di pasar usai pandemi COVID-19 melanda.
“Banyak usaha yang belum mampu pulih sepenuhnya dari dampak pandemi, ditambah dengan persaingan yang semakin ketat. Akhirnya, mereka harus mengambil langkah sulit untuk mem-PHK tenaga kerja,” terangnya, dikutip dari CNBC.
Menyikapi kondisi pasar kerja yang kompleks, penting bagi perusahaan untuk menawarkan program pelatihan keterampilan yang relevan dengan kebutuhan industri untuk mencetak pekerja yang kompeten. Langkah konkret ini ditujukan untuk meminimalisasi PHK ke depannya.
Di sisi lain, pekerja yang terkena imbas PHK dapat memanfaatkan program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) dari BPJS Ketenagakerjaan. Dengan mengklaimnya, pekerja berpeluang mendapat bantuan finansial sementara, pelatihan, dan akses terhadap informasi pasar kerja sehingga mematangkan kesempatan untuk kembali bekerja.
Baca Juga: Sektor Usaha Mana yang Paling Banyak Serap Tenaga Kerja?