Konflik agraria menjadi salah satu konflik horizontal yang mengalami peningkatan di tahun 2024. Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mencatat terjadi 295 letusan konflik agraria yang terjadi di enam sektor signifikan sepanjang 2024. Letusan konflik tersebut terjadi di 1,1 juta hektare atau tepatnya 1.113.577,47 hektare tanah yang juga berdampak pada 67.436 keluarga di 349 desa.
Jumlah ini mengalami peningkatan 21% dari tahun 2023. Namun, tak jauh berbeda dengan tahun 2023, sebagian besar letusan konflik agraria terjadi di sektor perkebunan dan infrastruktur. Sektor tersebut menduduki peringkat pertama atau sejumlah 111 kasus akibat ekspansi swasta dan pemerintah di berbagai sektor perkebunan yang kerap melibatkan masyarakat adat beserta hak-hak di dalamnya.
Akibatnya, terdapat kurang lebih 170.210,90 hektare tanah dan 27.455 keluarga yang terdampak. Sebagian besar konflik ini terjadi di luar Jawa, seperti Kalimantan, Sumatra, dan Papua.
Di samping sektor perkebunan, berikutnya terdapat sektor infrastruktur yang mencapai 79 kasus dengan melibatkan 290.742,79 hektare tanah. Konflik ini berdampak pada 19.658 keluarga di seluruh Indonesia akibat pembangunan infrastruktur seperti jalan tol atau industri energi (PLTA, PLTU, PLTS).
Di urutan ketiga terdapat sektor pertambangan. Sektor pertambangan menyumbang kurang lebih 41 kasus yang melibatkan 71.101,75 hektare tanah yang berdampak pada 11.153 keluarga. Sektor ini tidak hanya berakibat signifikan pada konflik horizontal, melainkan juga dampak lingkungan akibat galian tambang. Tidak hanya itu, proses pertambangan yang turut membabat habis ribuan hektare hutan juga mengakibatkan dampak lingkungan yang signifikan.
Selanjutnya, ada sektor kehutanan dengan kurang lebih 25 kasus dengan jumlah korban yang terdampak sebesar 11.153 keluarga. Meskipun berada di urutan keempat, sektor kehutanan melibatkan wilayah paling luas di antara sektor konflik agraria lainnya. Konflik agraria di sektor kehutanan melibatkan kurang lebih 379.588,75 hektare tanah.
Letusan konflik agraria juga kerap terjadi di sektor properti yang juga terjadi 25 kasus dengan melibatkan 92,58 hektare tanah, kemudian sektor agribisnis atau pertanian yang mengalami 8 letusan konflik agraria serta melibatkan 200.581,18 hektare tanah serta berdampak pada 250 keluarga. Sebagian besar konflik agraria di sektor agribisnis disebabkan oleh pembangunan dan pengembangan proyek food estate di Merauke, Papua.
Terakhir, terdapat sektor fasilitas militer yang mengakibatkan 6 letusan konflik agraria di sepanjang tahun 2024. Konflik ini berdampak pada 1.217,2 hektare tanah serta mengakibatkan kerugian terhadap 307 keluarga.
Baca Juga: Konflik Agraria di Indonesia Terus Naik, Capai 295 Kasus di Tahun 2024