Dalam beberapa tahun ke belakang, nikel menjadi komoditas pertambangan yang banyak dicari oleh berbagai negara di dunia. Nikel sendiri merupakan sebuah logam yang serbaguna, nikel dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan seperti, baterai, baja tahan karat, komponen elektronik, hingga mesin otomotif dan pesawat.
Nikel jadi salah satu komoditas primadona bagi Indonesia, berdasarkan data United States Geological Survey (USGS), pada tahun 2024, Indonesia berhasil memproduksi hingga 2,2 juta ton nikel, atau setara dengan 59,46% dari produksi dunia. Cadangan nikel Indonesia pun merupakan yang tertinggi di dunia, mencapai 55 juta ton pada tahun 2024.
Meskipun merajai produksi nikel, kini harga nikel di pasaran sedang mengalami penurunan, pada bulan Juni lalu, harga acuan nikel Indonesia berada di angka US$15.405/dmt (dry metric ton/metrik ton kering). Nilai tersebut anjlok sebesar 57,20% dari titik tertinggi di bulan April 2022, yang semula berada di harga US$35.995,3/dmt.
Harga acuan ini merupakan harga yang ditetapkan Kementerian Energi, dan Sumber Daya Mineral (KESDM) untuk kegiatan jual beli nikel baik di pasar domestik maupun internasional. Penurunan harga nikel tidak hanya terjadi di Indonesia, di pasar global pun nikel telah mengalami penurunan harga yang signifikan. Melansir Trading Economics, harga nikel internasional pada 30 Mei lalu ditutup di harga US$15.390/ton.
Menurut Nasdaq dan Carbon Credits, terdapat beberapa faktor yang menyebabkan anjloknya harga nikel seperti, perang tarif antara China dan AS, fluktuasi dollar, hingga kelebihan suplai yang ada di pasar. Tingginya produksi nikel Indonesia dalam beberapa tahun ke belakang membuat lonjakan pasokan nikel, di sisi lain permintaan terhadap nikel masih berada di level yang sama, sehingga terjadilah penurunan harga yang signifikan.
Namun, dalam beberapa tahun ke depan harga nikel diprediksi akan kembali meningkat. Berdasarkan data dari Bank Dunia, pada tahun 2026, harga nikel dunia akan meningkat ke angka US$16.000/metrik ton.