IESR: Indonesia Miliki Potensi 584 Gigawatt EBT

Dalam laporan IESR, Indonesia memiliki potensi 336,5 GW tenaga surya, 246,2 GW tenaga angin, dan 1,7 GW tenaga air.

Potensi Tenaga Surya, Angin, dan Air di Indonesia 2025

Sumber: Institute for Essential Services Reform (IESR)
GoodStats

Penggunaan energi baru dan terbarukan (EBT) hingga kini terus dikembangkan untuk mendorong pemakaian yang lebih bersih dan ketahanan energi bagi umat manusia. Pasalnya, saat ini cadangan energi fosil kian menipis, ditambah lagi penggunaan energi fosil memiliki berbagai dampak negatif bagi lingkungan.

Saat ini terdapat berbagai jenis EBT yang dapat dimanfaatkan, tiga di antaranya adalah energi surya, energi angin, dan energi air. Berdasarkan laporan Membuka Masa Depan Energi Terbarukan Indonesia: Kasus Ekonomi dari 333 GW Proyek Tenaga Surya, Angin, dan Hidro yang dirilis oleh Institute for Essential Services Reform (IESR), Indonesia memiliki potensi 584 Gigawatt (GW) dari tenaga surya, angin, dan air/hidro. Kemudian, sebesar 333 GW dari kapasitas tersebut dikategorikan layak secara ekonomi.

Tenaga surya memiliki potensi paling besar di Indonesia, secara teknis Indonesia memiliki potensi pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) sebesar 336,5 GW, dan setidaknya 165,9 GW layak berdasarkan perhitungan ekonomi. Secara teknis terdapat 781 lokasi potensial untuk pembangunan PLTS, namun hanya 290 lokasi yang memenuhi perhitungan ekonomi.

Tenaga angin berada di urutan kedua dengan potensi teknis sebesar 246,2 GW, dan potensi yang layak secara ekonomi di angka 167 GW. Terdapat 314 lokasi yang layak secara teknis untuk membangun pembangkit listrik tenaga angin/bayu (PLTB), dan setidaknya 204 lokasi memiliki kelayakan secara ekonomi.

Potensi tenaga air menjadi yang paling rendah, berdasarkan perhitungan teknis terdapat potensi 1,7 GW untuk pembangkit listrik tenaga air (PLTA) skala mini atau mikro, sebesar 0,7 GW dari potensi tersebut dapat dikategorikan layak secara ekonomi. Sebanyak 458 lokasi dikategorikan layak secara teknis, sementara hanya 139 lokasi yang layak jika berdasarkan perhitungan ekonomi.

Kelayakan teknis dinilai berdasarkan aspek spasial, potensi produksi, dan kapasitas energi tahunan. Sementara itu, kelayakan ekonomi ditentukan berdasarkan model pendanaan, struktur proyek, model finansial, asumsi finansial, struktur pendapatan, struktur pengeluaran modal dan biaya operasional, asumsi biaya lahan dan infrastruktur, dan asumsi asuransi.

Baca Juga: Target Transisi Energi Indonesia Dibayangi Pemanfaatan EBT Rendah

Terima kasih telah membaca sampai di sini

atau

Untuk mempercepat proses masuk atau pembuatan akun, bisa memakai akun media sosial.

Hubungkan dengan Google Hubungkan dengan Facebook