Dalam menjalin hubungan, baik itu hubungan romantis maupun hubungan dengan sahabat, keluarga, bahkan di lingkungan kerja, perlu ada rasa hormat dari kedua belah pihak. Apalagi jika hubungan tersebut untuk jangka panjang. Meski begitu, tidak sedikit hubungan yang hancur akibat karakter toksik dari salah satu pihaknya.
Melansir survei yang diusung Jajak Pendapat (JakPat), 44,3% responden mengaku mengalami hubungan toksik dalam pertemanan, 25,5% dalam lingkungan kerja, 22,7% di lingkungan keluarga, dan 14% dengan sahabat. Memang, mayoritas (64,3%) mengalaminya dalam hubungan romantis dengan pasangan.
Adapun beberapa karakter toksik yang paling sering dialami korban adalah sikap egois (63,1%), tidak mau disalahkan (51,6%), manipulatif (51,3%), kekerasan verbal seperti hate speech, body shaming, menghina, hingga mengancam (49,1%), dan suka menciptakan drama atau konflik (47,5%). Parahnya, beberapa responden (17,5%) bahkan pernah menjadi korban kekerasan fisik.
Jenis hubungan beracun seperti ini sangat berbahaya bagi korban. Sayangnya, sering kali korban tidak merasa sedang berada dalam hubungan toksik, cenderung memaklumi semua yang pasangannya lakukan atas dasar cinta dan kasih sayang.
Meski begitu, untungnya mayoritas responden mengaku sudah bisa terlepas dari hubungan beracun tersebut. "Hubungan seperti ini penting untuk dihindari, dan berita baiknya adalah 80,4% korban telah berhasil keluar dari hubungan beracun ini," tulis JakPat dalam laporannya.
Ada yang dengan membatasi interaksi dengan orang tersebut (63,1%), menjaga kesehatan (51,6%), mendekatkan diri dengan Tuhan (51,3%), meluangkan waktu sendiri (49,1%), hingga meminta bantuan pada profesional (42,9%) dan hukum (33,5%).