Lari Lebih Jauh, Stres Jadi Menjauh: Manfaat Lari dalam Kelola Stres Sehari-hari

Saat stres melanda, lari jadi solusi. Data Garmin membuktikan makin tinggi jarak tempuh lari, makin rendah pula tingkat stres.

Hubungan Antara Rerata Jarak Lari dan Tingkat Stres (2024)

Sumber: Garmin
GoodStats

Stres, satu kata yang begitu akrab dan tidak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari setiap individu tanpa terkecuali. Ketika stres tidak dikelola dengan baik, dampaknya bisa merembet ke berbagai aspek, tidak hanya mengganggu kesehatan mental tetapi juga memicu keluhan fisik, atau yang sering dikenal dengan istilah psikosomatis.

Menurut laman RSUP Dr. Sardjito tentang manajemen stres, untuk mencapai level psikosomatis ini, biasanya terdapat beberapa tahap atau fase respons tubuh terhadap stres yang berkelanjutan. Beberapa gejala stres yang umum dirasakan dan bisa menjadi penanda awal antara lain terjadinya gangguan tidur, semangat yang menurun drastis, daya konsentrasi dan ingatan yang melemah, bahkan pada tingkat yang parah dapat mengganggu sistem pencernaan.

Tapi tenang, ada satu solusi yang terbilang sederhana tapi powerful, bahkan didukung oleh data ilmiah untuk mengurangi stres, yaitu mulai ambil sepatu, kencangkan talinya, dan berlari!

Lebih dari sekadar membakar kalori, lari juga bermanfaat sebagai 'terapi alami' bagi pikiran. Fakta ini semakin diperkuat oleh data menarik dari Garmin Connect, platform kebugaran terkemuka di dunia yang melacak berbagai aktivitas penggunanya, termasuk tingkat stres.

Di Garmin, tingkat stres dihitung pada skala 0 hingga 100. Rinciannya adalah sebagai berikut:

  • Skor 0-25: tingkat stres yang rendah
  • Skor 26-50: tingkat stres sedang
  • Skor 51-75: tingkat stres yang tinggi
  • Skor 76-100: tingkat stres yang sangat tinggi

Analisis data terbaru Garmin yang dirilis Juni 2024 semakin menggarisbawahi korelasi positif antara lari dan tingkat stres. Temuan kuncinya sederhana tapi powerful: semakin jauh berlari, semakin jauh pula stres dari diri.

Data ini menunjukkan bahwa orang yang rutin berlari memiliki skor stres rata-rata yang lebih rendah dibandingkan mereka yang tidak. Bahkan, kelompok yang berlari lebih dari 80 km dalam seminggu tercatat memiliki tingkat stres paling rendah. Bandingkan dengan mereka yang sama sekali tidak berlari, di mana rata-rata tingkat stresnya sekitar 23% lebih tinggi dari para pelari jarak jauh (>80 km/minggu) tersebut.

Data ini jelas menunjukkan tren yang konsisten: peningkatan jarak tempuh lari mingguan berkorelasi dengan penurunan skor stres. Bahkan, perbedaan signifikan sudah terlihat antara mereka yang tidak berlari sama sekali dengan mereka yang baru memulai dengan jarak pendek. Titik di mana skor stres mulai konsisten masuk kategori "rendah" (di bawah 25) adalah ketika seseorang berlari setidaknya 40-60 km per minggu, dan terus menurun seiring bertambahnya jarak.

Slogan 'lari lebih jauh, stres lebih jauh' bukanlah sekadar kiasan, melainkan fakta yang didukung data. Mengelola stres ternyata tak harus selalu mahal atau rumit. Dengan konsistensi, lari bisa menjadi 'partner' setia dalam menjaga kesehatan mental dan fisik, menghindarkan diri dari jebakan psikosomatis, dan pada akhirnya, meningkatkan kualitas hidup secara keseluruhan.

Jadi, tunggu apa lagi? Kenakan sepatumu, mulailah dari langkah kecil, dan rasakan bagaimana setiap kilometer membawa kamu lebih jauh dari stres, menuju hidup yang lebih tenang dan berkualitas.

Baca Juga: Gen Z Paling Sering Olahraga Lari Selepas Bekerja

Terima kasih telah membaca sampai di sini

atau

Untuk mempercepat proses masuk atau pembuatan akun, bisa memakai akun media sosial.

Hubungkan dengan Google Hubungkan dengan Facebook