Semakin besar pengeluaran, maka semakin tinggi pula konsumsi protein masyarakat Indonesia. Itu terlihat jelas dalam laporan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) untuk periode September 2024.
Dalam laporan tersebut, BPS membagi rumah tangga menjadi lima kelompok berdasarkan besar pengeluarannya, yang disebut sebagai kuintil. Setiap kuintil mewakili 20% dari total populasi, mulai dari yang pengeluarannya paling rendah (kuintil 1) hingga paling tinggi (kuintil 5).
Mereka yang masuk dalam kuintil tertinggi rata-rata mengonsumsi 82,92 gram protein per hari per orang. Sementara itu, kuintil terbawah hanya mencapai 48,41 gram. Selisihnya cukup besar, mencapai 34,51 gram per hari.
Perbedaan paling mencolok terlihat pada konsumsi protein hewani, terutama dari ikan dan daging. Konsumsi ikan, udang, cumi, dan kerang di kuintil 1 hanya sekitar 6,27 gram per hari, sedangkan di kuintil 5 angkanya melonjak ke 14,02 gram. Begitu pula dengan daging, dari 2,80 gram di kelompok terbawah menjadi 9,44 gram di kelompok tertinggi.
Sumber protein lain seperti telur, susu, serta makanan dan minuman jadi juga menunjukkan pola yang serupa. Di sisi lain, padi-padian tetap menjadi sumber protein utama di semua kelompok, dengan rata-rata konsumsi yang relatif stabil di kisaran 18–20 gram per hari.
Menurut penjelasan BPS, konsumsi protein dihitung berdasarkan kuantitas makanan yang dikonsumsi dikalikan dengan kandungan protein dari masing-masing jenis makanan. Kandungan ini mengacu pada Daftar Konversi Bahan Makanan (DKBM) 2017 yang disusun bersama Badan Pangan Nasional.
Perlu dicatat, BPS tidak mencantumkan secara langsung batas nominal pengeluaran dari tiap kuintil. Hal ini karena pembagian kuintil dibuat berdasarkan sebaran data dalam populasi, bukan nilai tetap. Artinya, besar pengeluaran di masing-masing kuintil bisa berbeda antar waktu dan wilayah survei.
Data ini memperlihatkan bahwa akses terhadap sumber protein yang lebih bervariasi dan berkualitas masih sangat dipengaruhi oleh kondisi ekonomi rumah tangga. Semakin besar daya beli, semakin luas pula pilihan makanan bergizi yang bisa dikonsumsi.
Baca Juga: Survei SKI 2023: 14% Anak Indonesia Alami Stunting