Perkawinan Anak: Realitas di Kota dan Desa dalam Angka

Pada tahun 2023, BPS mencatat perkawinan anak lebih banyak terjadi di perdesaan dibanding perkotaan.

Angka Perkawinan Anak Berdasarkan Tempat Tinggal

Sumber: BPS (Badan Pusat Statistik)
GoodStats

Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 menyebutkan bahwa perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19 tahun. Dari pasal tersebut, dapat diuraikan bahwa perkawinan anak adalah perkawinan yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan di bawah 19 tahun baik secara formal maupun informal.

Perkawinan anak sering kali dikaitkan dengan kekerasan, baik secara budaya maupun seksual. Adanya pemaksaan perkawinan anak di beberapa daerah di Indonesia mengakibatkan anak rentan mengalami kekerasan reproduksi, seksual, maupun psikologis. Selain itu, efek domino dari pernikahan anak dapat mengancam generasi yang dilahirkan dari pasangan pernikahan anak tersebut.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak (PPPA) menyebutkan bahwa angka perkawinan anak terus menurun sejak dua tahun terakhir dari 8,06% pada tahun 2022 menjadi 6,92% pada tahun 2023. Tidak dapat dipungkiri pencapaian tersebut merupakan hal yang patut diapresiasi. Namun, bukan berarti perkawinan anak sudah tidak lagi terjadi.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa pada tahun 2023, proporsi perempuan usia 20-24 tahun yang menikah di bawah usia 15 tahun di daerah perkotaan mencapai 0,25% sedangkan proporsi perempuan usia 20-24 tahun yang menikah dibawah usia 15 tahun di daerah perdesaan sebesar 0,88%. Secara keseluruhan, total gabungan perkotaan dan perdesaan mencapai 0,50%.

Berdasarkan data yang diperbarui BPS pada Mei 2024 tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa perkawinan anak di daerah perkotaan lebih sedikit dibandingkan di daerah perdesaan.

Hal ini berkaitan dengan sulitnya mengakses pendidikan formal di perdesaan sehingga menikahkan anak adalah pilihan terakhir bagi sebagian orang tua. Selain itu, kurangnya edukasi mengenai kesehatan reproduksi dan maraknya penggunaan dispensasi perkawinan menjadi alasan yang tidak dapat dielakkan.

Artinya, masih perlu banyak upaya dan perhatian khusus dari pemerintah dan pemangku kepentingan yang harus dilakukan agar tingkat perkawinan anak di Indonesia bisa terus menurun setiap tahunnya.

Baca Juga: Faktor Pendorong Keputusan Nikah Orang Indonesia vs Amerika 

Terima kasih telah membaca sampai di sini

atau

Untuk mempercepat proses masuk atau pembuatan akun, bisa memakai akun media sosial.

Hubungkan dengan Google Hubungkan dengan Facebook