Nikel menjadi salah satu mineral yang popularitasnya meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Kegunaannya dalam berbagai barang elektronik menjadikannya mineral yang banyak dicari oleh berbagai negara di dunia. Urgensi akan energi bersih juga menjadikan nikel sebagai salah satu bahan baku baterai yang banyak digunakan.
Indonesia merupakan produsen utama nikel di dunia. Berdasarkan data United States Geological Survey (USGS), produksi nikel Indonesia mencapai 2,2 juta ton pada tahun 2024, setara dengan 59,46% produksi nikel dunia. Di samping itu, Indonesia juga memiliki cadangan nikel terbesar di dunia, mencapai 55 juta ton pada 2024.
Menurut Laporan Kinerja Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) 2024, Indonesia telah berhasil mengolah bijih nikel di dalam negeri. Sejak 2023, Indonesia sudah berhasil mengolah 100% bijih nikel yang diproduksi di dalam negeri. Pengolahan bijih nikel di Indonesia sempat tersendat di tahun 2022, pada tahun tersebut hanya 19% (18,14 juta ton) bijih nikel yang dapat diolah dari total 93,73 juta bijih nikel yang diproduksi.
Pembangunan smelter nikel serta investasi di bidang pertambangan menjadi kunci keberhasilan Indonesia dalam mengolah bijih nikel secara domestik. Dalam dua tahun terakhir, industri pengolahan logam dan pertambangan menjadi dua sektor dengan nominal investasi tertinggi di Indonesia.
Pada tahun 2023, investasi industri logam dasar dan barang logam mencapai Rp200,3 triliun, pada tahun 2024 nominal investasi untuk industri logam dasar dan barang logam meningkat ke angka Rp238,4 triliun. Untuk investasi di sektor pertambangan, pada tahun 2023 ada di angka Rp156,5 triliun, satu tahun setelahnya, investasi di sektor pertambangan berhasil melonjak ke angka Rp184,7 triliun.
Pada Juni 2025 mendatang, Indonesia akan mengimpor bijih nikel untuk diolah di smelter dalam negeri. Menurut Sekretaris Jenderal Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI), Meidy Katrin Lengkey, hal tersebut dilakukan untuk menjaga stok bijih nikel di dalam negeri.
“Nah, smelter itu kan harus butuh buffer stock [stok pengaman]. Buffer stock itu minimal 30%. Nikel Indonesia butuh rasio silika magnesiumnya dari negara lain. Kita silika magnesiumnya kan tinggi. Jadi butuh blendingan [campuran] dari negara lain. Bukan konten nikel ya, tetapi silika magnesiumnya.” ujar Meidy kepada Bloomberg Technoz, Selasa (27/5/2025).
Baca Juga: Tambang Nikel Terbesar di Dunia, Indonesia Merajai Peringkat Teratas