Selain lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif, kita seringkali mendengar istilah pilar keempat demokrasi yang disematkan untuk pers dan media massa. Pemberian istilah tersebut dikarenakan pers dan media massa memiliki posisi krusial dalam pengawasan kondisi demokrasi. Kebebasan pers merupakan sebuah salah satu ciri dari sistem demokrasi yang sehat.
Namun, saat ini sebagian jurnalis Indonesia masih belum menemukan kesejahteraan di dalam pekerjaannya. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI), 34,2% jurnalis Indonesia belum mendapatkan upah yang layak berdasarkan standar Upah Minimum Provinsi (UMP).
Jika dikelompokkan berdasarkan besaran upah, mayoritas jurnalis Indonesia menerima upah di rentang Rp2,5 juta-Rp4 juta, 32,9% responden survei berada pada rentang upah tersebut. Jurnalis dengan gaji di bawah Rp2,5 juta menyusul di posisi selanjutnya, 30,2% jurnalis mengaku memiliki gaji per bulan di bawah Rp2,5juta.
Kelompok jurnalis dengan upah Rp4 juta-Rp5,5 juta berada di urutan selanjutnya dengan jumlah jawaban dari 16,1% responden. Golongan upah Rp5,5 juta-Rp7 juta menempati posisi setelahnya dengan persentase sebesar 8,9% responden.
Kelompok upah Rp7 juta-Rp8,5 juta dan lebih dari Rp 10 juta memiliki persentase jawaban yang sama yaitu di angka 4,1%. Persentase terkecil dimiliki oleh kelompok upah Rp8,5 juta-Rp10 juta dengan persentase jawaban sebesar 3,6%.
Survei yang bertajuk Potret Jurnalis Indonesia 2025: Demografi, Budaya Kerja, Kompetensi Digital, dan Kekerasan Terhadap Jurnalis dilakukan untuk mengetahui kondisi demografi jurnalis Indonesia di berbagai platform media. Pengumpulan responden dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling. Survei tersebut dilakukan melalui kuesioner daring kepada 2.020 responden terpilih pada tanggal 15 Oktober-26 November 2024.
Setelah pelaksanaan survei, AJI melakukan Focus Group Discussion (FGD) sebagai metode kualitatif untuk menguji kedalaman data yang didapatkan dari survei. Peneliti AJI juga melakukan kajian pustaka secara terbatas untuk melengkapi hasil riset.
Baca Juga: Berbagai Liputan Berisiko yang Pernah Dilakukan Para Jurnalis, Apa Saja?