Tingkat penetrasi internet di Indonesia terus merangkak naik setiap tahunnya. Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mengungkapkan bahwa penetrasi internet diukur berdasarkan persentase penduduk yang menggunakan internet dibandingkan dengan total populasi. Angka ini jadi tolok ukur untuk melihat seberapa jauh teknologi digital telah diterima masyarakat.
Jika dibandingkan dengan negara lain, penetrasi internet juga jadi cerminan seberapa maju infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi (TIK) di suatu wilayah. Negara-negara dengan angka penetrasi yang tinggi biasanya punya masyarakat yang lebih melek digital dan fasilitas teknologi yang lebih baik.
Survei APJII menunjukkan bahwa sejak 2018, angka pengguna internet di Indonesia terus naik secara konsisten. Pada 2018, tingkat penetrasi internet berada di angka 64,80%. Lonjakan signifikan terjadi di 2019-2020, dengan penetrasi mencapai 73,70%. Angka ini terus tumbuh di tahun-tahun berikutnya, mencapai 77,01% pada 2021-2022. Tren ini berlanjut dengan kenaikan pada 2023 yang mencapai 78,19%, hingga akhirnya menyentuh 79,50% pada 2024.
Meski penetrasi terus meningkat, APJII mengungkapkan masih menghadapi berbagai tantangan dalam pengembangan penetrasi internet di Indonesia. Organisasi yang menaungi lebih dari 1.100 perusahaan penyedia layanan internet (Internet Service Provider/ISP) ini menyebutkan beberapa kendala utama, antara lain perbedaan regulasi di setiap daerah, semakin padatnya jaringan kabel, serta tingginya biaya operasional.
"Pertama regulasi daerah yang berbeda-beda. Itu menghambat. Kedua masalah penataan kabel, makin lama makin semrawut. Tanpa insentif, sulit bagi penyedia layanan untuk membangun infrastruktur di wilayah non-produktif dan daerah 3T (terpencil, tertinggal, dan terluar),” ujar Ketua Umum APJII, Muhammad Arif dalam acara The 6Th Indonesia Internet Expo & Summit (IIXS) di Jakarta, Senin (12/8/2024).
Survei dilakukan APJII antara 18 Desember 2023 hingga 19 Januari 2024, melibatkan 8.720 responden dari berbagai daerah di Indonesia. Responden yang terlibat berusia minimal 13 tahun, sementara data pengguna internet di bawah usia tersebut dihimpun berdasarkan keterangan orang tua. Proses pengumpulan data dilakukan melalui wawancara tatap muka oleh enumerator terlatih, dengan margin of error survei sebesar 1,1%.