Terlepas dari besarnya pengaruh media sosial dan dominasinya di kehidupan sehari-hari, eksistensi buku sebagai sarana belajar dan hiburan tetap tidak tergoyahkan. Era digitalisasi ini justru mendorong kemunculan komunitas literasi virtual yang mampu menyalurkan minat terhadap membaca.
Penerbit masa kini memanfaatkan media sosial untuk mendorong penjualan. Lewat media sosial pulalah, konsumen dapat mengakses buku bacaan dengan jauh lebih mudah.
Mengingat minat terhadap buku tidak pernah surut, industri penerbitan pun tetap bisa tumbuh. Menurut Research and Market, pertumbuhan industri penerbitan bahkan diperkirakan mencapai US$19,37 miliar selama 2023-2028.
International Publishers Association (IPA) mencatat bahwa Amerika Serikat (AS) telah menerbitkan sebanyak 3,3 juta buku teregistrasi ISBN, menempatkannya ke posisi teratas sebagai negara dengan terbitan buku teregistrasi ISBN terbanyak di dunia pada 2022. Angka tersebut jauh melampaui Jepang yang berada di urutan kedua dengan total 902,3 ribu buku.
Minat membaca di Amerika Serikat memang tinggi. Menurut Majalah CEO World, negara ini menjadi negara yang paling banyak membaca buku. Warga AS rata-rata membaca 17 judul dan menghabiskan waktu 357 jam setiap tahunnya.
Di posisi ketiga ada Korea Selatan dengan total 338,2 ribu buku. Negeri Ginseng ini menjadi negara dengan jumlah penerbit paling banyak di antara negara anggota IPA lainnya, yaitu 75,3 ribu penerbit.
Secara berurutan, daftar negara yang menerbitkan buku teregistrasi ISBN pada 2022 dilanjutkan oleh India (281,1 ribu), Jerman (277 ribu), Brasil (179 ribu), Inggris (153,2 ribu), dan Italia (140 ribu).
Indonesia menduduki peringkat kesembilan dengan 107,8 ribu, menurun sebesar 32% dibanding 2021. Spanyol mengekor dengan menerbitkan 95,81 ribu teregistrasi ISBN.
Sementara itu, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia mencatat bahwa sejak 2019 hingga 2024, Indonesia telah menerbitkan 722 ribu buku yang teregistrasi ISBN. Jumlah tersebut terlampau membengkak mengingat setiap negara hanya diberi jatah satu juta ISBN setiap sepuluh tahun.
Kini, ISBN yang tersisa hanya 278 ribu. Untuk mengatasi krisis ini, Perpusnas RI memperketat proses pendaftaran ISBN. Sejak 2023, buku yang didaftarkan sudah harus berupa naskah jadi untuk selanjutnya diperiksa secara menyeluruh.
ISBN (International Standard Book Number) sendiri merupakan tanda pengenal buku berstandar internasional berupa 13 digit angka yang berguna untuk mendata buku di seluruh dunia. ISBN diterbitkan Badan Internasional ISBN di London, sementara di Indonesia dikelola oleh Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas RI).
Baca Juga: Amerika Serikat Jadi Negara yang Paling Banyak Membaca Buku