Kekerasan terhadap perempuan tetap menjadi masalah serius di berbagai daerah di Indonesia. Meski sudah ada regulasi dan layanan pendukung, banyak perempuan masih rentan terhadap tindak kekerasan baik secara fisik, seksual, maupun emosional. Data terbaru menunjukkan bahwa fenomena ini terjadi hampir di seluruh provinsi dan terus menjadi sorotan.
Berdasarkan data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), sepanjang tahun 2024 tercatat 31.947 kasus kekerasan, dengan 27.568 korban di antaranya adalah perempuan. Angka ini memperlihatkan bahwa perempuan masih mendominasi kelompok yang paling terdampak dalam kasus kekerasan di Indonesia.
Jika ditelisik lebih jauh, beberapa provinsi menunjukkan jumlah kasus yang jauh lebih tinggi dibandingkan wilayah lainnya. Jawa Barat menempati posisi pertama sebagai provinsi dengan jumlah korban perempuan tertinggi, yakni 2.619 kasus, disusul oleh Jawa Timur dengan 2.169 korban, kemudian Jawa Tengah di angka 2.005 korban, DKI Jakarta sebanyak 1.749 korban, dan Sumatra Utara dengan 1.460 korban perempuan. Data ini menjadi indikator bahwa provinsi dengan kepadatan penduduk tinggi dan tingkat urbanisasi besar juga menghadapi tantangan serius dalam perlindungan perempuan.
Menanggapi hal ini, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Arifah Fauzi menyoroti kekerasan seksual yang menimpa korban perempuan dan anak terjadi karena pola asuh yang tidak terarah, ditambah dengan faktor media sosial turut memperparah kondisi ini.
"Karena pola asuh dalam keluarga yang mungkin, dalam tanda petik, kurang fokus atau kurang terarah, yang kedua adalah faktor dari media sosial," ucapnya dalam Peringatan Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan di Sudirman, Jakarta, Minggu (8/12/2024) dikutip dari Kompas.com.
Selain itu, pemerintah telah menyediakan pencegahan segala bentuk tindak pidana kekerasan seksual dengan mengesahkan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) No. 12 Tahun 2022. Di samping itu, KemenPPPA gencar mengkampanyekan “Dare to Speak up” atau berani berbicara pada masyarakat luas sebagai bentuk upaya mencegah dan mengungkap terjadinya kekerasan khususnya perempuan yang terjadi di sekitar kita.
Kekerasan terhadap perempuan sering terjadi tanpa disadari lingkungan sekitar. Banyak korban memilih diam karena takut atau malu. Di sinilah lingkungan sosial berperan penting untuk memberi dukungan, tidak menyalahkan korban, dan melapor jika melihat tanda kekerasan. Pencegahan bukan hanya tugas korban atau pemerintah tapi tanggung jawab bersama untuk mewujudkan lingkungan yang inklusif dan nyaman untuk perempuan.
Baca Juga: 1 dari 10 Perempuan Indonesia Alami Kekerasan Fisik dan Seksual