Di era modern, banyak wanita di seluruh dunia, termasuk di Indonesia, dihadapkan pada tantangan menyeimbangkan antara karier dan perencanaan keluarga. Kesuburan yang menurun seiring bertambahnya usia menjadi kekhawatiran umum, tetapi banyak wanita merasa belum siap untuk memulai keluarga pada usia produktif mereka. Pembekuan sel telur (egg freezing) muncul sebagai solusi potensial, tetapi di Indonesia, topik ini masih belum mendapat perhatian yang cukup.
Secara global, tren minat terhadap pembekuan sel telur terus meningkat. Data dari Google Trends menunjukkan peningkatan minat pencarian mengenai egg freezing hampir dua kali lipat dalam lima tahun terakhir. Perubahan ini dapat menjadi indikator awal meningkatnya ketertarikan masyarakat, khususnya wanita, pada opsi pembekuan sel telur sebagai cara untuk menjaga kesuburan mereka lebih lama.
Sebaliknya, di Indonesia, tren pencarian terkait pembekuan sel telur cenderung stagnan. Meskipun teknologi ini sudah tersedia, minat masyarakat belum tumbuh secara signifikan. Ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk kurangnya informasi, biaya yang tinggi, serta stigma sosial yang mengelilingi prosedur tersebut. Di Indonesia, kebanyakan wanita belum sepenuhnya memahami potensi manfaat pembekuan sel telur, atau merasa terbebani oleh norma-norma yang menekan mereka untuk menikah dan memiliki anak lebih awal.
“Yang bikin nangis saat prosesnya itu, seperti merasa dilihat orang, di-judge. Ke klinik, di mana semuanya itu pasangan dan pastinya kamu dilihatin. Kamu masih muda, kamu sendiri, terus semua pasien dipanggil 'bunda', itu menjadi beban mental,” ujar Priscilla yang menjalani program pembekuan sel telur pada Minggu (07/08/2022), mengutip BBC.
Di negara dengan norma sosial yang kuat terkait pernikahan dan kehamilan, pembekuan sel telur mungkin masih dianggap sebagai pilihan yang "tidak biasa" atau mahal. Ditambah lagi, stigma terhadap wanita yang memilih menunda kehamilan bisa membuat mereka ragu untuk mencari informasi lebih lanjut. Namun, tren global ini menunjukkan adanya perubahan sikap yang lebih positif terhadap kesehatan reproduksi dan opsi otonomi wanita yang lebih luas.
Untuk mendorong adopsi yang lebih luas di Indonesia, diperlukan upaya edukasi yang lebih intensif dan penyediaan informasi yang lebih mudah diakses mengenai pembekuan sel telur. Belajar dari tren global, kita dapat melihat bahwa dengan informasi yang tepat dan peningkatan akses terhadap teknologi ini, minat di Indonesia juga bisa meningkat.
Wanita Indonesia perlu diberdayakan untuk memahami bahwa pembekuan sel telur adalah pilihan yang dapat membantu mereka mengelola karier dan keluarga dengan lebih fleksibel, tanpa harus terburu-buru.
Baca Juga: Egg Freezing, Solusi Modern Wanita Mengambil Kendali atas Rencana Keluarga