Energi Surya dan Angin Akan Jadi Andalan Transisi Energi Indonesia

Meski begitu pemerintah masih akan menggunakan pembangkit bertenaga energi fosil.

Target Kapasitas Pembangkit Listrik Indonesia Tahun 2060 Berdasarkan Jenis Pembangkit

Ukuran Fon:

Kehidupan manusia kini tak bisa dipisahkan dengan kehadiran teknologi. Berbagai lini kehidupan manusia bertumpu pada kehadiran teknologi. Untuk itu, kebutuhan akan energi akan terus meningkat dari tahun ke tahun.

Berdasarkan Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) yang dirilis oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM), pada tahun 2025 permintaan energi listrik Indonesia akan mencapai 539 TWh atau setara 1.893 kWh per kapita. Hingga tahun 2060, permintaan akan terus meningkat hingga 1.813 TWh atau setara dengan 5.083 kWh per kapita.

Di samping kebutuhan listrik yang terus meningkat, pemerintah Indonesia juga memiliki target transisi energi untuk mewujudkan Indonesia yang lebih bersih dan bebas emisi. Kementerian ESDM telah menerbitkan Peraturan Menteri Nomor 10 Tahun 2025 tentang Peta Jalan Transisi Energi Sektor Ketenagalistrikan. Rencana pengembangan pembangkit listrik hingga tahun 2060 menjadi salah satu hal yang dibahas dalam peraturan tersebut.

Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) akan jadi andalan nomor satu Indonesia dengan proyeksi kapasitas hingga 108,7 GW pada tahun 2060. Pembangkit Listrik Tenaga Bayu/Angin (PLTB) menyusul di urutan kedua dengan total kapasitas mencapai 73,5 GW. Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) menjadi yang ketiga dengan rencana kapasitas sebesar 70,5 GW.

Dalam rencana transisi energi, RI masih akan menggunakan pembangkit listrik bertenaga energi fosil seperti pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang menggunakan batu bara dan BBM, maupun pembangkit listrik bertenaga gas (PLTG) yang juga meliputi pembangkit listrik tenaga gas uap (PLTGU), pembangkit listrik tenaga mesin gas (PLTMG), dan pembangkit listrik tenaga mesin gas uap (PLTMGU).

Meskipun masih menggunakan tenaga fosil, pemerintah akan menggunakan teknologi terbarukan untuk menekan emisi dari pembangkit tersebut. Untuk PLTU, akan digunakan teknologi co-firing atau pembakaran bauran dan carbon capture storage (CCS) untuk menekan penggunaan bahan bakar fosil. Bahkan pemerintah juga merencanakan pembangunan PLTU bertenaga amonia (NH­3) dengan kapasitas mencapai 8,4 GW.

Untuk pembangkit listrik tenaga gas sebanyak 25,3 GW akan menggunakan tenaga hidrogen (H2), dan 36,9 GW menggunakan teknologi penyerapan karbon (CCS). Di samping itu, terdapat pula 0,9 GW pembangkit listrik tenaga gas tanpa teknologi CCS ataupun bauran energi terbarukan.

Terdapat pula rencana pembangunan pembangkit listrik nuklir (PLTN) berkapasitas 35 GW, pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) berkapasitas 22,7 GW, pembangkit listrik tenaga bioenergi (PLTBio) berkapasitas 4,5 GW, pembangkit listrik tenaga arus laut berkapasitas 1,4 GW, dan pembangkit listrik waste heat yang memanfaatkan limbah panas dari industri berkapasitas 0,9 GW.

Baca Juga: 85% Listrik Indonesia Berasal dari Energi Fosil

Terima kasih telah membaca sampai di sini

atau

Untuk mempercepat proses masuk atau pembuatan akun, bisa memakai akun media sosial.

Hubungkan dengan Google Hubungkan dengan Facebook