Hambatan Cashless, Apa Alasan Publik Masih Bayar dengan Tunai?

Sebanyak 42% publik menilai belum semua toko menerima pembayaran nontunai, menjadi penghambat kemajuan transaksi digital di Indonesia.

Alasan Publik Masih Lakukan Pembayaran Tunai

(Tahun 2025)
Ukuran Fon:

Meskipun tren pembayaran nontunai terus menjamur, sebagian masyarakat Indonesia masih bertahan menggunakan uang tunai dalam aktivitas transaksi sehari-hari. Berdasarkan survei Snapcart, sebanyak 42% responden menyebut alasan utama mereka masih membayar dengan uang tunai adalah karena tidak semua toko menerima metode pembayaran cashless.

Keterbatasan akses terhadap fasilitas pembayaran digital, terutama di daerah atau usaha kecil, menjadi faktor utama yang menghambat adopsi sistem pembayaran tanpa uang fisik.

Banyak pedagang tradisional dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang belum memiliki sarana nontunai, seperti Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS), sehingga uang tunai tetap menjadi pilihan paling praktis bagi konsumen.

Padahal, QRIS dapat dijadikan sebagai pintu masuk yang strategis dalam mempercepat transformasi digital UMKM. Hal ini diungkapkan oleh Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), Filianingsih Hendarta yang menegaskan penerapan QRIS akan memperluas konektivitas ke layanan keuangan digital, baik di dalam negeri maupun lintas negara.

Namun menurutnya, UMKM masih menghadapi tantangan struktural, seperti keterbatasan akses pembiayaan, rendahnya digitalisasi, minimnya keterkaitan dengan rantai pasok industri, serta kelembagaan dan legalitas usaha yang belum memadai. Sehingga, BI selaku bank sentral turut mendukung transformasi digital UMKM.

“Dengan menyediakan alternatif pembayaran, QRIS mendorong kenaikan volume transaksi, baik online maupun offline, dan ini berdampak positif pada pendapatan usaha,” ucapnya ketika membuka talkshow UMKM dalam acara Karya Kreatif Indonesia (KKI) 2025, Jakarta, Kamis (7/8/2025).

Adapun terdapat faktor lain yang menjadi alasan publik belum menerapkan pembayaran cashless, yaitu kemudahan dikendalikan yang dipilih oleh 31% responden. Dalam transaksi nontunai, proses pembayaran yang serba cepat dan minim interaksi fisik sering membuat pengeluaran tidak terasa secara langsung sehingga lebih sulit untuk dikendalikan.

Sementara itu, 16% responden menyebut faktor kebiasaan sebagai alasan utama belum beralih ke pembayaran nontunai. Kebiasaan membayar dengan uang tunai telah menjadi bagian dari rutinitas sehari-hari, apalagi bagi publik yang belum tanggap terhadap teknologi finansial. Proses pembayaran tunai juga dirasa lebih sederhana, tanpa perlu koneksi internet atau aplikasi tambahan.

Sedangkan, 11% responden lainnya merasa lebih aman jika melakukan pembayaran menggunakan uang tunai. Kekhawatiran terhadap risiko kebocoran data, penipuan digital, atau kesalahan sistem menjadi alasan tersendiri mengapa sebagian masyarakat masih ragu beralih sepenuhnya ke transaksi nontunai.

Transisi menuju populasi tanpa uang tunai masih menghadapi berbagai tantangan. Selain perluasan infrastruktur, dibutuhkan pula peningkatan literasi finansial digital dan jaminan keamanan transaksi agar masyarakat lebih percaya pada sistem cashless.

Pengumpulan data dalam survei ini melibatkan 4.991 responden yang dilakukan pada bulan Mei 2025 melalui layanan Snapcart Targeted Audience-based Survey & Crowdsourcing (TASC) Online Survey.

Baca Juga: Mayoritas E-Commerce Indonesia Masih Andalkan Pembayaran Tunai

Sumber:

https://snapcart.global/cash-or-cashless/

https://www.antaranews.com/berita/5022561/bi-sebut-qris-jadi-entry-point-percepat-transformasi-digital-umkm

Terima kasih telah membaca sampai di sini

atau

Untuk mempercepat proses masuk atau pembuatan akun, bisa memakai akun media sosial.

Hubungkan dengan Google Hubungkan dengan Facebook