Pada tahun 2025, Indonesia memiliki target bauran energi yang disebut RUPTL. Salah satu sumber energi yang diharapkan dapat menghasilkan sekitar 19,7 TWh adalah biomassa. Sebanyak 64,6% dari total target energi tersebut akan berasal dari skema co-firing di beberapa PLTU. Namun, target ini menghadapi tantangan besar terkait dengan pasokan biomassa.
Pada Oktober 2022, baru sekitar 0,455 juta ton biomassa yang dimasukkan ke dalam PLTU dari target 0,45 juta ton di tahun 2022. Sementara itu, untuk tahun 2023, PLN baru meneken sekitar 0,6 juta ton dari target 2,2 juta ton. Hal ini menunjukkan bahwa pasokan biomassa masih belum mencukupi.
Dalam menghitung biaya biomassa, transportasi hanya memainkan peran kecil. Namun, jarak bahan baku yang terbatas dan biaya perawatan juga perlu dipertimbangkan. Harga jual co-firing yang dibatasi pada USD 70 per ton juga tidak menarik bagi produsen biomassa, padahal harga jual bisa mencapai USD 240 per ton jika dijual ke Jepang atau Korea.
Untuk mengatasi masalah pasokan, pemerintah menugaskan BUMN terkait untuk memasok biomassa. Target ambisius sebesar 10,2 juta ton pada tahun 2025 direncanakan untuk memasukkan 5 juta ton limbah industri dan 5,2 juta ton energi kehutanan.