Menurut Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), kekerasan merupakan bentuk tindakan penindasan atau risak (merunduk) yang dilakukan dengan sengaja oleh satu orang atau sekelompok orang yang lebih kuat.
Selama empat tahun terakhir, dari 2020 hingga 2023, korban kekerasan terhadap perempuan menurut data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak SIMFONI PPA terus meningkat, namun mengalami penurunan signifikan pada tahun 2024.
Pada tahun 2020, korban kekerasan perempuan mencapai 17.574 korban. Jumlahnya naik pada tahun berikutnya menjadi 21.753 korban.
Kemudian pada tahun 2022, korban kekerasan terhadap perempuan melonjak dengan total 25.053 korban. Puncaknya terjadi pada tahun 2023, di mana jumlah perempuan yang menjadi korban mencapai 26.161 orang. Namun pada tahun 2024, per 11 Desember 2024, jumlah korban turun menjadi 22.113 perempuan.
Pada tahun 2024, apabila diklasifikasikan dalam kelompok umur, korban terbanyak adalah yang berusia 13-17 tahun sebesar 33,2%. Tingkat tertinggi kedua menurut kelompok umur adalah usia 25-44 tahun dengan persentase sebanyak 25,4%. Sedangkan korban kekerasan terhadap anak-anak perempuan yang berusia 6 hingga 12 tahun adalah sebanyak 17%, merupakan tingkat teratas ketiga dalam kelompok umur.
Sesuai tingkat pendidikannya, korban terbanyak adalah dari tingkat pendidikan SLTA dengan persentase 31,1%. Di urutan kedua ada tingkat pendidikan SLTP sebesar 24%.
Korban kekerasan terhadap perempuan menurut pekerjaan yang paling banyak adalah pelajar dengan persentase sebanyak 45,3% dan kedua adalah ibu rumah tangga sebesar 18,6%. Mayoritas kasus kekerasan terhadap perempuan terjadi di lingkup rumah tangga dengan korban sebanyak 61,1%.
Baca Juga: Potret Kekerasan Berbasis Gender terhadap Perempuan di Indonesia: Naiknya Angka KDRT 2024