World Trade Organization (WTO) melaporkan bahwa nilai perdagangan barang dunia pada 2023 mencapai US$24,01 triliun, turun 5% dibanding tahun sebelumnya. Hal ini didorong oleh kombinasi berbagai faktor yang meliputi penyusutan volume perdagangan barang internasional, penurunan harga komoditas primer, dan fluktuasi nilai tukar.
WTO mencatat bahwa volume perdagangan barang internasional pada 2023 berkurang 1,2%. Padahal, sebelumnya volume tersebut tumbuh 3% pada 2022, terlepas dari konflik di Ukraina. Pemicunya adalah melemahnya permintaan impor di hampir seluruh kawasan.
Eropa mencatatkan penurunan tajam atas perdagangan barang impor, begitu pula dengan Amerika Serikat. Asia menunjukkan tren yang cenderung tidak berubah. Sebaliknya, impor melonjak di Timur Tengah dan kawasan Commonwealth of Independent States (CIS).
Sementara itu, harga komoditas barang, seperti gas alam, tercatat turun rata-rata sebesar 63% pada 2023. Kondisi ini terjadi di seluruh negara ekonomi utama, kecuali beberapa eksportir energi besar, seperti Uni Emirat Arab, Federasi Rusia, dan Arab Saudi yang justru mencatatkan peningkatan.
Adapun pertumbuhan PDB dilaporkan melemah, meski tidak sebesar pertumbuhan volume perdagangan. Pertumbuhan PDB riil yang ditimbang dengan nilai tukar yang ditetapkan turun menjadi 2,7% pada 2023, setelah sebelumnya menyentuh angka 3,1%.
Dari sisi ekspor, nilai perdagangan barang internasional mencapai US$23.784 miliar pada 2023. Kendati capaian ini 5% lebih sedikit terhadap tahun sebelumnya, angkanya masih jauh lebih baik dibandingkan sebelum pandemi. Pertumbuhannya tercatat mencapai 25% sejak 2019.
China menjadi negara dengan nilai ekspor barang tertinggi, yaitu sebesar US$3.380 miliar, setara dengan 14,2% total keseluruhan. Perolehan China tahun lalu sejatinya 5% lebih rendah dibanding periode sebelumnya. Namun, negara ini menunjukkan tetap menunjukkan performa ekspor yang kuat, khususnya produk otomotif.
China juga tetap menjadi pemasok barang terbesar bagi Uni Eropa, kendati volumenya turun signifikan di sebagian besar kategori produk, kecuali kendaraan. Hal ini menyebabkan nilai perdagangan bilateral keduanya turun 15%. Di samping itu, depresiasi yuan juga diduga berkontribusi terhadap penurunan tersebut.
Mengekor China, Amerika Serikat menduduki peringkat kedua dengan nilai ekspor mencapai US$2.020 miliar. Urutan ketiga ditempati oleh Jerman dengan nilai ekspor sebesar US$1.688 miliar. Posisi keempat jatuh ke tangan Belanda yang memperoleh nilai ekspor sebesar US$935 miliar. Jepang melengkapi lima besar dengan nilai ekspor sebesar US$717 miliar.
Nilai ekspor Indonesia sendiri mencapai US$259 miliar, menempatkannya di urutan ke-28 pada tataran global. Raihan Indonesia masih kalah unggul dari Malaysia dan Thailand yang masing-masing memperoleh US$313 miliar dan US$285 miliar.
Sebagai tambahan informasi, kendati volume perdagangan internasional tahun lalu menurun, WTO memproyeksikan besarannya akan tumbuh 2,6% tahun ini dan 3,3% pada 2025.
Baca Juga: 9 Negara Utama Tujuan Ekspor Hasil Minyak Indonesia 2023